Mars FSPMI Kami buruh fspmi Berjuang di sini karena hati kami Bukan karena digaji atau ingin dipuji Kami berjuang karena hak asasi Kami buruh fspmi Siang malam tetap mengabdi Tak peduli hujan tak peduli panas Susah senang ya solidarity Reff: Di sini bukan tempat buruh malas Atau mereka yang biasa tidur pulas Di sini tempatnya para pejuang Yang berjuang dengan keikhlasan Lawan lawan lawan lawan lawan Lawan lawan lawan sampai menang Satu komando wujud kekompakan Sabar dan loyal itu kewajiban Sekuat mental baja sukarela berkorban Berjuang dalam satu barisan Solidarity forever Solidarity forever Solidarity forever For the union make us strong.

Sabtu, 02 Februari 2013

Merayakan Ultah FSPMI (8): “Lautan keringatnya akan menenggelamkan kalian”

Ratih, istriku. Aku tahu engkau kecewa. Engkau marah dan menyimpan dendam. Kemarahan yang tak bisa dimengerti, harus tertuju kepada siapa. Dendam yang tiba-tiba datangnya, dan entah kapan akan terbalaskan.

“Kalau itu benar, mudah-mudahan hutang kita di warung bisa berkurang ya, Mas.” Senyum manismu mengembang, ketika aku memberikan kabar jika gubernur sudah menetapkan upah Kota Tangerang sebesar 2.203.000.

“Tahukah Rat, kabarnya itu adalah upah minimum tertinggi di Indonesia. Ini belum upah minimum sektoral-nya. Katanya perusahaan tempat Mas bekerja masuk sektor satu, jadi nanti upah paling rendah yang akan kuserahkan kepadamu akan tembus 2,5 juta.”

Engkau mendekat. Lalu memelukku dari belakang. Lembut dan hangat.

“Baru kali ini ada kenaikan upah yang sedemikian tinggi ya, Mas.” Katamu pelan.

Kutatap wajahmu. Ada genangan dimatamu yang hitam itu. Aku tahu, itu adalah air mata kebahagiaan.

Seperti inilah kita. Hanya sebatas kabar, sudah membuat hati kita berbunga-bunga. Sering kuingat, dirimu pernah mengatakan, bahwa kita adalah kita. Kebahagiaan kita tidak dimana-mana, tetapi disini. Katamu sembari menaruh telunjuk di dada. Sederhana sekali.

Lalu datanglah badai itu. Tepatnya dua hari yang lalu. Perusahaan memanggil karyawan satu per satu, dan selanjutnya hanyalah kekecewaan yang mencekam: Jika masih mau tetap bekerja, silahkan tanda tangani kesepakatan mau dibayar 1,8 juta. Empat ratus ribu lebih rendah, dari yang seharusnya diterima. Jika tidak bersedia diupah segitu, hari ini juga dianggap mengundurkan diri.

Tubuhkan bergetar membaca surat pernyataan itu. Meski disana terdapat kata-kata, surat pernyataan ini dibuat dalam kondisi sehat dan tanpa ada paksaan dari siapa-siapa, tetap saja aku merasa diperkosa. Dipaksa untuk melakukan sesuatu yang sama sekali bukan kehendakku. Dan ini membuatku sakit yang luar biasa. Bahkan, rasa sakitnya tidak hilang dalam tujuh turunan.

Apa yang harus aku lakukan, Rat? Haruskah kutandatangani pernyataan ini? Lalu dimana harga diriku sebagai laki-laki? Aku malu pada dirimu, sayangku. Malu yang semalu-malunya. Sudah miskin, tetapi tidak punya prinsip dan pendirian. Sudahlah tidak punya apa-apa, tetapi begitu mudahnya dipermainkan. Jika kemudian aku tandatangani pernyataan itu, lantas kebanggaan apa yang akan dirimu dapatkan dengan bersuamikan pria pecundang sepertiku ini? Jika kemudian aku menandatangani pernyataan ini, lantas dimana harga diriku sebagai laki-laki?

Sementara itu, sayangku. Aku tidak tega jika harus memberitahukan kabar ini kepadamu. Baru kemarin senyummu merekah dengan indah. Haruskah hari ini aku membuatmu gundah?

Bangsat! Belum juga kami menikmati kenaikannya, kalian telah merampas upah itu dari kami, wahai kapitalis keparat. Terlaknatlah kalian, yang telah menebar ketakutan agar buruh bersedia dibayar murah. Yang mengancam PHK agar karyawan bersedia melakukan penangguhan, dan bukannya menunjukkan bukti audit jika memang perusahaan sedang mendekati pailit. Kalian tahu, upah buruh harus dibayar sebelum keringatnya mengering. Jika kalian justru merampas upah mereka, percayalah, pada saatnya nanti keringat-keringat mereka akan menggenang, menjadi lautan, dan menenggelamkan kalian tanpa belas kasihan.

Jadi, ini bukan soal kemampuan perusahaan. Ini adalah soal keserakahan. Mereka tidak mau berbagi sedikit dari keuntungan dan segala kemewahan yang selama ini mereka dapatkan dengan memeras keringat kaum pekerja.

Sama halnya dengan yang terjadi ditempatku bekerja, aku dengar, di PT. Sutera Indah Utama juga melakukan hal yang sama. Perusahaan hanya mampu membayar 1,85 juta. Jika karyawan tidak bersedia, tidak tunggu lama, hari itu juga pengusaha akan menutup perusahaannya.

Sebelumnya terjadi di PT. Central Sarana Pancing. Bermula dari perundingan upah. Buruh bertahan di angka UMK, dan pengusaha meminta agar mereka bersedia dibayar 1,9 juta. Karena sebagian buruh menolak, keesokan harinya dia mem-PHK seluruh buruh yang menolak untuk dibayar 1,9 juta. Alasan pengusaha, PHK ini dilakukan karena perusahaan melakukan efisiensi. Tetapi pekerja beranggapan, PHK terhadap dirinya dilakukan karena mereka dianggap keras kepala oleh pengusaha.

Kabar terhangat datang dari PT. Elina Indonesia. Pengusaha meminta upah hanya naik 20% dari upah lama. Pekerja menolak, dan dalam perundingan lanjutan, pengusaha bersedia menaikkan di angka 1,9 juta, dengan catatan akan melakukan PHK terhadap kurang lebih 80 pekerja. Anda bayangkan, 80 orang terancam kehilangan pekerjaan, demi kawannya mendapatkan 1,9 juta. Sungguh, ini adu domba yang luar biasa.

Saya kira, ada ratusan perusahaan lain melakukan hal yang sama. Mungkin ribuan.

Ach, aku jadi nglantur kemana-mana. Tak terasa air mata menetes di surat pernyataan yang tanpa sadar sudah kutandatangani itu. Dorongan untuk mendapatkan upah lebih baik, masih kalah dengan ketakutan kehilangan pekerjaan. Selalu begitu. Ketika hubungan industrial hanya dilakukan dengan mengandalkan daya tawar perseorangan.

Dimana kekuatan kolektif kaum pekerja yang menggentarkan itu kini berada?

Terbayang wajah istriku yang muram: Aku kalah, sayang. Sebelum berperang. Tidak bisa diandalkan.

* * *

Tanggal 6 Februari 2013 nanti, FSPMI akan melakukan aksi nasional dalam rangka memperingati hari jadinya yang ke-14. Salah satu isu yang diangkat adalah menolak penolakan penangguhan upah minimum. Sepenggal kisah di atas, menjadi bukti nyata. Bahwa perjuangan terhadap upah layak tidak cukup kuat jika hanya diperjuangan oleh individu. FSPMI juga masih menuntut agar KHL dirubah menjadi 84 item. Dengan demikian, setidaknya kenaikan upah akan terjaga untuk beberapa tahun kedepan dalam kisaran 30 persen.

Lihat saja, perlawanan terhadap kenaikan upah dilakukan secara masif dan terorganisir. Oleh karena itu, perlawanan terhadap penangguhan upah juga harus dilakukan secara bersama-sama.

Sekali lagi, mengingatkan. Tanggal 6 Februari 2013, hari Rabu. Tunggulah aku di Jakarta.


Source: Link

Tidak ada komentar:

Posting Komentar