Para penitip nasib itu keji, tak punya hati, dan bodoh, karena:
1. meminjam atau meriba tenaga, pikiran dan bahkan nyawa kawan-kawannya;
2. Semakin banyak penitip nasib maka kemungkinan menang akan semakin kecil karena (jumlah) tekanan massanya semakin kecil (sedikit). (Kalau anda pernah berjuang, anda pasti tahu bahwa kapitalis itu tidak bisa diajak berunding, apalagi cuma lewat telpon dan SMS, tak akan dianggap.). Jadi para penitib nasib itu mencelakakan semuanya karena memperkecil kemungkinan untuk menang.
3. Tapi, bila menang, para penitip nasib itu ikut menikamati hasilnya--seperti kenaikan upah tahun lalu dan kesejahteraan-kesejahteraan lainnya. Dan para penitip nasib itu tenang-tenang saja--tidak merasa tercekik tenggorokannya saat makan dan minum--menikmati hasilnya beserta keluarganya. Jadi, para penitip nasib itu tidak takut sama Tuhannya--menafkahi keluarganya dari hasil riba.
1. meminjam atau meriba tenaga, pikiran dan bahkan nyawa kawan-kawannya;
2. Semakin banyak penitip nasib maka kemungkinan menang akan semakin kecil karena (jumlah) tekanan massanya semakin kecil (sedikit). (Kalau anda pernah berjuang, anda pasti tahu bahwa kapitalis itu tidak bisa diajak berunding, apalagi cuma lewat telpon dan SMS, tak akan dianggap.). Jadi para penitib nasib itu mencelakakan semuanya karena memperkecil kemungkinan untuk menang.
3. Tapi, bila menang, para penitip nasib itu ikut menikamati hasilnya--seperti kenaikan upah tahun lalu dan kesejahteraan-kesejahteraan lainnya. Dan para penitip nasib itu tenang-tenang saja--tidak merasa tercekik tenggorokannya saat makan dan minum--menikmati hasilnya beserta keluarganya. Jadi, para penitip nasib itu tidak takut sama Tuhannya--menafkahi keluarganya dari hasil riba.
Danial Indrakusuma, mahaguru EKOPOL FSPMI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar