Rizal Ramli: Lingkaran Kemiskinan Buruh dengan Pendidikan Harus Diputus
Ketua Umum Aliansi Rakyat untuk Perubahan (ARUP) Rizal Ramli
menyatakan, komersialisasi pendidikan wajar terjadi di sekolah-sekolah
swasta. Tatapi sekolah-sekolah negeri ternyata juga mengenakan biaya
tambahan amat tinggi, hingga sulit dijangkau 44 juta keluarga buruh dan
sebagian besar rakyat Indonesia. Padahal, konstitusi mengamanatkan
setiap warga negara berhak atas pendidikan dan negara berkewajiban
mencerdaskan kehidupan bangsa. “Saya dapat keluhan dari kawan-kawan
di Yogyakarta yang tidak bisa memasukkan anaknya ke Gajah Mada. Mereka
harus menyediakan biaya sedikitnya Rp10-20 juta supaya anaknya biasa
kuliah di universitas negeri. Bahkan untuk masuk SMP SMA, rakyat harus
punya uang Rp2 juta sampai Rp5 juta. Ini jelas sangat berat. Sistem
neolib telah membunuh harapan dan masa depan anak-anak buruh dan rakyat
kita,” ujar Rizal Ramli di hadapan sekitar 1.000 buruh anggota Federasi
Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSMPI) di Halim, Jaktim, Senin (1/7).
Senada dengan itu, Ketua Umum FSPMI Said Iqbal menyatakan kemiskinan
telah menyebabkan daya beli masyarakat sangat rendah. Akibatnya buruh
hanya disibukkan untuk memenuhi kebutuhan dasar, yaitu makanan dan
pakaian. Kondisi ini diperparah lagi dengan sistem outsourcing, sehingga
buruh tidak tahu berapa lama akan bekerja, berapa uang yang bisa
ditabung, dan bisa dipecat kapan saja ketika pengusaha tidak
membutuhkan. “Karena orang tuanya buruh, maka anak-anaknya pun
menjadi buruh. Masa depan buruh benar-benar gelap. Tidak ada kepastian
upah, masa kerja, apalagi uang pensiun. Buruh menjadi minder dan tidak
punya keberanian menyekolahkan anak-anaknya setinggi mungkin, karena
takut berhenti di tengah jalan. Kondisi ini melahirkan lingkaran
kemiskinan yang tidak berkesudahan,” papar Iqbal.
Di sisi lain,
Iqbal bersyukur bahwa perjuangan panjang kaum buruh telah berhasil
menghapus upah murah, menghapus sistem outsourcing, dan pensiun. Namun
hasil itu tidak serta-merta membuat kesejahteraan buruh naik. Pemerintah
masih saja berusaha menunda-nunda pelaksanaanya dengan berbagai dalih.
“Kami tidak akan menyerah. Tahun ini, agenda buruh adalah menaikkan
upah, minimal 50% hanya dengan upah yang baik, buruh bisa menyekolahkan
anaknya ke tingkat yang tinggi. Dengan begitu, buruh bisa memutus
lingkaran kemiskinan yang sudah berlangsung dari generasi ke generasi,”
kata Iqbal.
Baik Rizal Ramli maupun Iqbal sama-sama berpendapat
naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) telah menggerus kenaikan upah
yang baru saja mereka nikmati. Kenaikan yang rata-rata Rp400.000 sampai
Rp700.000 menjadi sia-sia karena kenaikan harga BBM itu diikuti naiknya
harga berbagai barang kebutuhan. “Pemerintah hanya menyampaikan
sebagaian dari kebenaran, dengan mengatakan BBM yang murah hanya
dinikmati orang-orang kaya. Pemerintah tidak mengungkap sisi lain,
bahwa ada 77 juta pengendara motor di negeri ini. Pengendara sepeda
motor harus mengeluarkan biaya tambahan sekitar Rp300.000/bulan karena
harga BBM naik. Beban itu makin berat, karena dihantam kenaikan harga
menjelang puasa, lebaran, dan tahun ajaran baru. Kondisi ini terjadi
karena abai dengan nasib sebagian besar rakyatnya,” ungkap Rizal Ramli,
calon presiden paling reformis versi Lembaga Pemilih Indonesia.**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar