Mars FSPMI Kami buruh fspmi Berjuang di sini karena hati kami Bukan karena digaji atau ingin dipuji Kami berjuang karena hak asasi Kami buruh fspmi Siang malam tetap mengabdi Tak peduli hujan tak peduli panas Susah senang ya solidarity Reff: Di sini bukan tempat buruh malas Atau mereka yang biasa tidur pulas Di sini tempatnya para pejuang Yang berjuang dengan keikhlasan Lawan lawan lawan lawan lawan Lawan lawan lawan sampai menang Satu komando wujud kekompakan Sabar dan loyal itu kewajiban Sekuat mental baja sukarela berkorban Berjuang dalam satu barisan Solidarity forever Solidarity forever Solidarity forever For the union make us strong.

Jumat, 07 Juni 2013

Rizal Ramli: Lingkaran Kemiskinan Buruh dengan Pendidikan Harus Diputus




Ketua Umum Aliansi Rakyat untuk Perubahan (ARUP) Rizal Ramli menyatakan, komersialisasi pendidikan wajar terjadi di sekolah-sekolah swasta. Tatapi sekolah-sekolah negeri ternyata juga mengenakan biaya tambahan amat tinggi, hingga sulit dijangkau 44 juta keluarga buruh dan sebagian besar rakyat Indonesia. Padahal, konstitusi mengamanatkan setiap warga negara berhak atas pendidikan dan negara berkewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa.
“Saya dapat keluhan dari kawan-kawan di Yogyakarta yang tidak bisa memasukkan anaknya ke Gajah Mada. Mereka harus menyediakan biaya sedikitnya Rp10-20 juta supaya anaknya biasa kuliah di universitas negeri. Bahkan untuk masuk SMP SMA, rakyat harus punya uang Rp2 juta sampai Rp5 juta. Ini jelas sangat berat. Sistem neolib telah membunuh harapan dan masa depan anak-anak buruh dan rakyat kita,” ujar Rizal Ramli di hadapan sekitar 1.000 buruh anggota Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSMPI) di Halim, Jaktim, Senin (1/7).

Senada dengan itu, Ketua Umum FSPMI Said Iqbal menyatakan kemiskinan telah menyebabkan daya beli masyarakat sangat rendah. Akibatnya buruh hanya disibukkan untuk memenuhi kebutuhan dasar, yaitu makanan dan pakaian. Kondisi ini diperparah lagi dengan sistem outsourcing, sehingga buruh tidak tahu berapa lama akan bekerja, berapa uang yang bisa ditabung, dan bisa dipecat kapan saja ketika pengusaha tidak membutuhkan.
“Karena orang tuanya buruh, maka anak-anaknya pun menjadi buruh. Masa depan buruh benar-benar gelap. Tidak ada kepastian upah, masa kerja, apalagi uang pensiun. Buruh menjadi minder dan tidak punya keberanian menyekolahkan anak-anaknya setinggi mungkin, karena takut berhenti di tengah jalan. Kondisi ini melahirkan lingkaran kemiskinan yang tidak berkesudahan,” papar Iqbal.

Di sisi lain, Iqbal bersyukur bahwa perjuangan panjang kaum buruh telah berhasil menghapus upah murah, menghapus sistem outsourcing, dan pensiun. Namun hasil itu tidak serta-merta membuat kesejahteraan buruh naik. Pemerintah masih saja berusaha menunda-nunda pelaksanaanya dengan berbagai dalih.
“Kami tidak akan menyerah. Tahun ini, agenda buruh adalah menaikkan upah, minimal 50% hanya dengan upah yang baik, buruh bisa menyekolahkan anaknya ke tingkat yang tinggi. Dengan begitu, buruh bisa memutus lingkaran kemiskinan yang sudah berlangsung dari generasi ke generasi,” kata Iqbal.

Baik Rizal Ramli maupun Iqbal sama-sama berpendapat naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) telah menggerus kenaikan upah yang baru saja mereka nikmati. Kenaikan yang rata-rata Rp400.000 sampai Rp700.000 menjadi sia-sia karena kenaikan harga BBM itu diikuti naiknya harga berbagai barang kebutuhan.
“Pemerintah hanya menyampaikan sebagaian dari kebenaran, dengan mengatakan BBM yang murah hanya dinikmati orang-orang kaya. Pemerintah tidak mengungkap sisi lain, bahwa ada 77 juta pengendara motor di negeri ini. Pengendara sepeda motor harus mengeluarkan biaya tambahan sekitar Rp300.000/bulan karena harga BBM naik. Beban itu makin berat, karena dihantam kenaikan harga menjelang puasa, lebaran, dan tahun ajaran baru. Kondisi ini terjadi karena abai dengan nasib sebagian besar rakyatnya,” ungkap Rizal Ramli, calon presiden paling reformis versi Lembaga Pemilih Indonesai.**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar