HAK atas upah adalah hak normatif pekerja dan dilindungi undang-undang. Bila pekerja tidak melakukan tugas maka upahnya tidak dibayar. Demikian sebaliknya, bila pengusaha tidak membayar atau terlambat membayar upah pekerja yang sudah melakukan tugas maka pengusaha tersebut dikenakan denda dan sanksi.
Walaupun pengusaha tersebut dikenakan sanksi pidana berupa penjara, kurungan tetapi kewajiban untuk membayar denda keterlambatan maupun ganti rugi tetap harus dilaksanakan.
Berikut ini berupa pasal dalam UU No. 13 Tahun 2003 yang mengatur tentang sanksi-sanksi atas pelanggaran yang berkaitan dengan upah :
Bila pengusaha membayar upah lebih rendah dari upah minimum yang ditentukan (sesuai ketentuan pasal 90 ayat I), sanksinya (pasal 185) yaitu pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100 juta dan paling banyak Rp. 400 juta.
Bila pengusaha tidak membayar upah pekerja/buruh yang tidak melakukan tugas karena alasan-alasan pada pasal 93 yang seharusnya pengusaha wajib membayarnya, sanksinya (pasal 186) yaitu pidana paling singkat 1 bulan dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 10 juta paling banyak Rp. 400 juta.
Bila pengusaha tidak membayar upah pekerja untuk kerja lembur sesuai ketentuan pasal 78 maka sanksinya (pasal 187) yaitu pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 10 juta dan paling banyak Rp. 100 juta.
Bagi pengusaha yang tidak membayar upah pesangon pekerja karena mencapai usia pensiun sesuai ketentuan pasal 167 ayat 5 maka sanksinya adalah (pasal 184) pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100 juta,- dan paling banyak Rp. 500 juta,-.
Bagi pengusaha yang tidak membayar upah pekerja yaitu upah lembur sesuai ketentuan pasal 78 ayat 2 dan upah kerja lembur pada hari libur resmi sesuai ketentuan pasal 85 ayat 3 maka sanksinya (pasal 187) yaitu pidana penjara paling singkat 1 bulan dan paling lama 1 tahun dan /atau denda paling sedikit Rp. 10 juta,- dan paling banyak Rp. 100 juta,-.
Bagi pengusaha yang tidak membayar upah pekerja yang mengambil istirahat karena cuti sesuai ketentuan pasal 78 ayat 1 maka sanksinya mengikuti ketentuan pasal 187 yaitu pidana penjara paling singkat 1 bulan dan paling lama 1 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 10 juta,- dan paling banyak Rp. 100 juta,-.
Bagi pengusaha yang tidak membayar upah pekerja karena cuti melahirkan dan cuti keguguran sesuai ketentuan pasal 82 ayat 1 dan ayat 2 maka sanksinya mengikuti ketentuan pasal 185 yaitu pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100 juta,- dan paling banyak Rp. 400 juta,-
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1
PP No. : 8 Tahun 1981
Tentang
PERLINDUNGAN UPAH
Presiden Republik Indonesia
Menimbang :
bahwa sistem pengupahan yang berlaku sekarang ini sudah tidak
sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, sehingga perlu disusun suatu
peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1996;
bahwa sebagai pelaksanaan tersebut huruf a dipandang perlu mengatur perlindungan upah dalam suatu Peraturan Pemerintah;
Mengingat :
Pasal 5 ayat (2) dan pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
Undang-undang Nomor 80 Tahun 1957 tentang Persetujuan Organisasi
Perburuhan Internasional Nomor 100 mengenai pengupahan bagi buruh
laki-laki dan wanita untuk pekerja yang sama nilainya (Lembaran Negara
Tahun 1957 Nomor 171);
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Tahun
1969 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2912);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERLINDUNGAN UPAH
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :
Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada
buruh untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan,
dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu
persetujuan, atau peraturan perundang-undangan, dan dibayarkan atas
dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan buruh, termasuk
tunjangan baik untuk buruh sendiri maupun keluarganya;
Pengusaha ialah :
Orang, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan sesuatu perusahaan milik sendiri.
Orang, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya.
Orang, persekutuan atau badan hukum yang berbeda di Indonesia
mewakili perusahaan termaksud pada angka 1 dan 2 diatas, yang
berkedudukan di luar Indonesia.
Buruh adalah tenaga kerja yang bekerja pada pengusaha dengan menerima upah;
Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dalam bidang ketenagakerjaan.
Pasal 2
Hak untuk menerima upah timbul pada saat adanya hubungan kerja dan berakhir pada saat hubungan kerja putus.
Pasal 3
Pengusaha dalam menetapkan upah tidak boleh mengadakan diskriminasi
antara buruh laki-laki dan buruh wanita untuk pekerja yang sama nilanya.
Pasal 4
Upah tidak dibayar bila buruh tidak melakukan pekerjaan.
Pasal 5
(1) Menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, pengusaha wajib membayar upah buruh :
Jika buruh sendiri sakit, sehingga tidak dapat melakukan pekerjaanya dengan ketentuan sebagai berikut :
untuk 3 (tiga) bulan pertama, dibayar 100% (seratus persen) dari upah;
untuk 3 (tiga) bulan kedua, dibayar 75% (tujuh puluh lima persen) dari upah;
untuk 3 (tiga) bulan tiga, dibayar 50% (lima puluh persen) dari upah;
untuk 3 (tiga) bulan keempat, dibayar 25% (dua puluh lima persen) dari upah.
Jika buruh tidak masuk bekerja karena hal-hal sebagaimana dimaksud dibawah ini, dengan ketentuan sebagai berikut :
buruh sendiri kawin, dibayar untuk 2 (dua) hari;
menyunatkan anaknya, dibayar untuk selama 1 (satu) hari;
membaptiskan anaknya, dibayar untuk selama 1 (satu) hari;
mengawinkan anaknya, dibayarkan untuk selama 2 (dua) hari;
anggota keluarga meninggal dunia yaitu /suami/istri, orang tua/mertua atau anak, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
isteri melahirkan anaknya, dibayar untuk selama 1 (satu) hari.
(2) Dalam hal pengusaha tidak mampu memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf a, pengusaha dapat mengajukan izin
penyimpangan kepada Menteri atau Pejabat yang ditunjuk.
(3)
Jika dalam suatu peraturan perusahaan atau perjanjian perburuhan
terdapat ketentuan-ketentuan yang lebih baik dari pada
ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ketentuan dalam
peraturan perusahaan atau perjanjian perburuhan tersebut tidak boleh
dikurangi.
Pasal 6
Pengusaha wajib membayar upah
yang bisa dibayarkan kepada buruh yang tidak dapat melakukan pekerjaanya
karena sedang menjalankan kewajiban Negara, jika dalam menjalankan
kewajiban Negara tersebut buruh tidak mendapatkan upah atau tunjangan
lainnya dari Pemerintah tetapi tidak melebihi 1 (satu) tahun.
Pengusaha wajib membayar kekurangan atas upah yang bisa dibayarkannya
kepada buruh yang dalam menjalankan kewajiban Negara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), bilamana jumlah upah yang diperolehnya kurang
dari upah yang biasa diterima dari perusahaan yang bersangkutan, tetapi
tidak melebihi 1 (satu) tahun.
Pengusaha tidak diwajibkan untuk
membayar upah, bilamana buruh yang dalam menjalankan kewajiban Negara
tersebut telah memperoleh upah serta tunjangan lainnya yang besarnya
sama atau lebih dari upah yang bisa ia terima dari perusahaan yang
bersangkutan.
Pengusaha wajib untuk tetap membayar upah kepada
buruh yang tidak dapat menjalankan pekerjaanya karena memnuhi kewajiban
ibadah menurut agamanya selama waktu yang diperlukan, tetapi tidak
melebihi 3 (tiga) bulan.
Pasal 7
Upah buruh selama
sakit dapat diperhitungkan dengan suatu pembayaran yang diterima oleh
buruh tersebut yang timbul dari suatu peraturan perundang-undangan atau
peraturan perusahaan atau sesuatu dana yang menyelanggarakan jaminan
sosial ataupun suatu pertanggungan.
Pasal 8
Pengusaha
wajib untuk membayar upah kepada buruh yang bersedia melakukan pekerjaan
yang telah dijanjikan, akan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya
baik karena kealahan sendiri maupun halangan yang dialami oleh pengusaha
yang seharusnya dapat ia hindari.
Pasal 9
Bila upah
tidak ditetapkan berdasarkan suatu jangka waktu, maka untuk menghitung
upah sebulan ditetapkan berdasarkan upah rata-rata 3 (tiga) bulan
terakhir diterima oleh buruh.
Pasal 10
Upah harus dibayarkan langsung kepada buruh pada waktu yang telah ditentukan sesuai dengan perjanjian.
Pembayaran upah secara langsung kepada buruh yang belum dewasa
dianggap sah, apabila orang tua wali buruh tidak mengajukan keberatan
yang dinyatakan secara tertulis.
Pembayaran upah melalui pihak
ketiga hanya diperkenankan bila ada surat kuasa dari buruh yang
bersangkutan yang karena sesuatu hal tidak dapat menerimanya secara
langsung.
Surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) hanya berlaku untuk satu kali pembayaran.
Setiap ketentuan yang bertentangan dengan pasal ini adalah batal menurut hukum.
Pasal 11
Pada tiap pembayaran, seluruh jumlah upah harus dibayarkan.
BAB II
BENTUK UPAH
Pasal 12
Pada dasarnya upah diberikan dalam bentuk uang.
Sebagian dari upah dapat diberikan dalam bentuk lain kecuali
minuman keras, obat-obatan atau bahan obat-obatan, dengan ketentuan
nilainya tidak boleh melebihi 25% (dua puluh lima persen) dari nilai
upah yang seharusnya diterima.
Pasal 13
Pembayaran upah harus dilakukan dengan alat pembayaran yang sah dari Negara Republik Indonesia.
Bila upah ditetapkan dalam mata uang asing, maka pembayaran akan
dilakukan berdasarkan kurs resmi pada hari dan tempat pembayaran.
Pasal 14
Setiap ketentuan yang menetapkan sebagian atau seluruh upah harus
dipergunakan secara tertentu, ataupun harus dibelikan barang, tidak
diperbolehkan dan karenanya adalah batal menurut hukum, kecuali jika
penggunaan itu timbul dari suatu peraturan perundang-undangan.
Pasal 15
Bila diadakan perjanjian antara buruh dan pengusaha mengenai suatu
ketentuan yang merugikan buruh dan yang bertentangan dengan
ketentuan-ketentuan data Peraturan Pemerintah ini dan atau peraturan
perundang-undangan lainnya dan karenanya menjadi batal menurut hukum,
maka buruh berhak menerima pembayaran kembali dari bagian upah yang
ditahan sebagai perhitungan terhadap upahnya, dan tidak diwajibkan
mengembalikan apa yang telah diberikan kepadanya untuk memenuhi
perjanjian.
Dengan tidak mengurangi ketentuan ayat (1), apabila
ada permintaan dari pengusaha atau buruh, badan yang diserahi urusan
perselisihan perburuhan dapat membatasi pengembalian itu
sekurang-kurangnya sama dengan jumlah kerugian yang diderita oleh buruh.
BAB III
CARA PEMBAYARAN UPAH
Pasal 16
Bila tempat pembayaran upah tidak ditentukan data perjanjian atau
peraturan perusahaan, maka pembayaran upah dilakukan di tempat buruh
biasanya bekerja, atau dikantor perusahaan.
Pasal 17
Jangka waktu pembayaran upah secepat-cepatnya dapat dilakukan seminggu
sekali atau selambat-lambatnya sebulan sekali, kecuali bila perjanjian
kerja untuk waktu kurang dari seminggu.
Pasal 18
Bilamana upah tidak ditetapkan menurut jangka waktu tertentu, maka
pembayaran upah disesuaikan dengan ketentuan Pasal 17 dengan pengertian
bahwa upah harus dibayar sesuai dengan hasil pekerjaannya dan atau
sesuai dengan jumlah hari atau waktu dia bekerja.
Pasal 19
Apabila upah terlambat dibayar, maka mulai dari hari keempat sampai
hari kedelapan terhitung dari hari dimana seharusnya upah dibayar, upah
tersebut ditambah dengan 5% (lima persen) untuk tiap keterlambatan.
Sesudah hari kedelapan tambahan itu menjadi 1% (satu persen) untuk tiap
hari keterlambatan, dengan ketentuan bahwa tambahan itu untuk 1 (satu)
bulan tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen) dari upah yang
seharusnya dibayarkan.
Apabila sesudah sebulan upah masih belum
dibayar, maka disamping kewajiban untuk membayar sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), pengusaha diwajibkan pula membayar bunga sebesar bunga
yang ditetapkan oleh bank untuk kredit perusahaan yang bersangkutan.
Penyimpangan yang mengurangi ketentuan dalam pasal ini adalah batal menurut hukum.
BAB IV
DENDA DAN POTONGAN UPAH
Pasal 20
Denda atas pelanggaran sesuatu hal hanya dapat dilakukan bila hal
itu diatur secara tegas dalam suatu perjanjian tertulis atau peraturan
perusahaan.
Besarnya denda untuk setiap pelanggaran sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) harus ditentukan dan dinyatakan dalam mata uang
Republik Indonesia.
Apabila untuk suatu perbuatan sudah
dikenakan denda, pengusaha dilarang untuk menuntut ganti rugi terhadap
buruh yang bersangkutan.
Setiap ketentuan yang bertentangan dengan pasal ini adalah batal menurut hukum
Pasal 21
Denda yang dikenakan oleh perusahaan kepada buruh, baik langsung
maupun tidak langsung tidak boleh dipergunakan untuk kepentingan
pengusaha atau orang yang diberi wewenang untuk menjatuhkan denda
tersebut.
Setiap ketentuan yang bertentangan dengan pasal ini adalah batal menurut hukum.
Pasal 22
Pemotongan upah oleh pengusaha untuk pihak ketiga hanya dapat dilakukan bilamana ada surat kuasa dari buruh.
Dikecualikan dari ketentuan ayat (1) adalah semua kewajiban
pembayaran oleh buruh terhadap Negara atau iuran sebagai peserta pada
satu dana yang menyelenggarakan jaminan sosial yang ditetapkan dengan
peraturan perundang undangan.
Setiap surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat ditarik kembali pada setiap saat.
Setiap ketentuan yang bertentangan dengan pasal ini adalah batal menurut hukum.
Pasal 23
Ganti rugi dapat dimintakan oleh pengusaha dari buruh, bila terjadi
kerusakan barang atau kerugian lainnya baik milik pengusaha maupun
milik pihak ketiga oleh buruh karena kesengajaan atau kelalaian.
Ganti rugi demikian harus diatur terlebih dahulu dalam suatu perjanjian
tertulis atau peraturan perusahaan dan setiap bulannya tidak boleh
melebihi 50% (lima puluh persen) dari upah.
BAB V
PERHITUNGAN DENGAN UPAH
Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah adalah :
denda, potongan dan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam pasal 20, pasal 21, pasal 22, dan pasal 23;
sewa rumah yang disewakan oleh pengusaha kepada buruh dengan perjanjian tertulis;
uang muka atas upah, kelebihan upah yang telah dibayarkan dan
cicilan hutang buruh kepada pengusaha, dengan ketentuan harus ada tanda
bukti tertulis.
Perhitungan sebagaimana dimaksud dalam (1) tidak
boleh melebihi 50 % (lima puluh persen) dari setiap pembayaran upah
yang seharusnya diterima.
Setiap syarat yang memberikan wewenang
kepada pengusaha untuk mengadakan perhitungan lebih besar dari pada
yang diperbolehkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah batal
menurut hukum.
Pada waktu pemutusan hubungan kerja seluruh hutang piutang buruh harus dapat diperhitungkan dengan upahnya.
Pasal 25
Bila uang yang disediakan oleh pengusaha untuk membayar upah disita
oleh Juru Sita, maka penyitaan tersebut tidak boleh melebihi 20% (dua
puluh persen) dari jumlah upah yang harus dibayarkan.
Pasal 26
Bila upah digadaikan atau dijadikan jaminan hutang, maka angsuran
tiap bulan dari pada hutang itu tidak boleh melebihi 20% (dua puluh
persen) dari sebulan.
Ketentuan ayat (1) berlaku juga apabila pengadilan atau jaminan itu diadakan untuk pihak ketiga.
Pasal 27
Dalam hal pengusaha dinyatakan pailit, maka upah buruh merupakan hutang
yang didahulukan pembayarannya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan tentang kepailitan yang berlaku.
Pasal 28
Bila buruh jatuh pailit, maka upah dan segala pembayaran yang timbul
dari hubungan kerja tidak termasuk dalam kepailitan kecuali ditetapkan
lain oleh hakim dengan ketentuan tidak melebihi 25% (duapuluh lima
persen).
Pasal 29
Bila upah baik untuk sebagian
ataupun untuk seluruhnya, didasarkan pada keterangan-keterangan yang
hanya dapat diperoleh dari buku-buku pengusaha, maka buruh atau kuasa
yang ditunjuknya berhak untuk meminta keterangan dan bukti-bukti yang
diperlukan dari pengusaha.
Apabila permintaan keterangan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berhasil maka buruh atau kuasa
yang ditunjuknya berhak meminta bantuan kepada Menteri atau Pejabat
yang ditunjuknya.
Segala sesuatu yang diketahui atas
keterangan-keterangan seta bukti-bukti oleh buruh atau kuasa yang
ditunjuknya atau Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) wajib dirahasiakan, kecuali bila keterangan
tersebut dimintakan oleh badan yang diserahi urusan penyelesaian
perselisihan perburuhan.
Pasal 30
Tuntutan upah dan
segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja menjadi daluwarsa
setelah melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun.
BAB VI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 31
Pengusaha yang melanggar ketentuan Pasal 3, Pasal 5 ayat (1), Pasal 6
ayat (1), ayat (2), ayat (4) dan Pasal 8 dipidana dengan pidana kurang
selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000
(seratus ribu rupiah).
Pasal 32
Pengusaha yang
melanggar ketentuan Pasal 20, dan Pasal 22, disamping perbuatan tersebut
bata menurut hukum juga dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 3
(tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000 (seratus ribu
rupiah).
Pasal 33
Buruh atau ahli yang ditunjuknya
atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri yang dengan sengaja membocorkan
rahasia yang harus disimpannya sesuai ketentuan pasal 29 ayat (3)
dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda
setinggi-tingginya Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah).
Pasal 34
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, Pasal 32, dan Pasal 33 adalah pelanggaran.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 35
Dengan berlakunya Peraturan ini berdasarkan Undang-undang Nomor 14
Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja, maka
ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur
perlindungan upah, sejauh telah diatur dalam Peraturan Pemerintah ini
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 36
Peraturan
Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 2 Maret 1981
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 2 Maret 1981
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA
ttd
SUDHARMONO, SH
(Sumber : Hak Karyawan atas Gaji & Pedoman Menghitung :
Gaji Pokok, Uang Lembur, Gaji Sundulan,
Insentif, Bonus THR, Pajak atas Gaji,
Iuran Pensiun Pesangon,
Iuran Jamsostek/Dana sehat)
Penerbit Forum Sahabat Desember 2009
Oleh : Edytus Adisu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar