Mars FSPMI Kami buruh fspmi Berjuang di sini karena hati kami Bukan karena digaji atau ingin dipuji Kami berjuang karena hak asasi Kami buruh fspmi Siang malam tetap mengabdi Tak peduli hujan tak peduli panas Susah senang ya solidarity Reff: Di sini bukan tempat buruh malas Atau mereka yang biasa tidur pulas Di sini tempatnya para pejuang Yang berjuang dengan keikhlasan Lawan lawan lawan lawan lawan Lawan lawan lawan sampai menang Satu komando wujud kekompakan Sabar dan loyal itu kewajiban Sekuat mental baja sukarela berkorban Berjuang dalam satu barisan Solidarity forever Solidarity forever Solidarity forever For the union make us strong.

Rabu, 16 Januari 2013

Pekerja Tolak Penangguhan UMP yang Langgar Aturan




Serikat pekerja yang tergabung dalam Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) menolak penangguhan UMP 2013 yang tak mengikuti aturan hukum. Pasalnya, MPBI melihat ada organisasi pengusaha yang mengajukan penangguhan UMP 2013 secara kolektif.

Anggota Presidium MPBI, Said Ikbal, mengatakan, dalam peraturan yang ada, tidak ada satu pun ketentuan yang membolehkan pengusaha mengajukan penangguhan UMP secara kolektif. Setiap perusahaan yang tak mampu harus mengajukan permohonannya. Selain itu, ada sejumlah persyaratan yang wajib dipenuhi. Di antaranya menunjukkan bukti keuangan perusahaan yang merugi dua tahun berturut-turut setelah melewati pemeriksaan akuntan publik dan mendapat persetujuan serikat pekerja.

Ikbal menjelaskan, organisasi pengusaha yang disorotnya itu bukan hanya mengajukan penangguhan secara kolektif, tapi juga melakukan upaya lobi-lobi politik ke beberapa kementerian seperti Kementerian Perindustrian serta Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenkertrans). Dari pantauannya, Ikbal melihat atas desakan para pengusaha itu Menperin menerbitkan surat yang meminta lembaga terkait agar para pengusaha yang tak sanggup membayar UMP dipermudah mendapat izin penangguhan.

Untuk Kemenakertrans, Ikbal melihat Menakertrans menerbitkan surat edaran yang dinilai mempermudah pengusaha untuk mengajukan penangguhan. Bahkan Ikbal mendengar para pengusaha itu mendesak agar Permen No. 231 Tahun 2003 yang mengatur persyaratan penangguhan UMP untuk direvisi. Pasalnya, ketentuan itu dinilai memberatkan pengusaha.

Atas hal tersebut Ikbal menegaskan, MPBI menolak mekanisme penangguhan UMP yang diajukan pengusaha tanpa melewati peraturan yang berlaku. MPBI juga mengingatkan agar Kementerian yang bersangkutan tidak menerbitkan peraturan yang memberi izin secara sepihak perusahaan mana saja yang boleh membayar tak sesuai UMP.

Bagi Ikbal kewenangan itu dimiliki oleh pemerintah derah dan dibahas dalam dewan pengupahan daerah. "Itu salah, tidak sesuai hukum dan akan mengganggu hubungan industrial," kata dia dalam jumpa pers MPBI di Jakarta, Senin (14/1).

Jika Kementerian yang disambangi para pengusaha itu menerbitkan izin penangguhan UMP, Ikbal mengatakan MPBI akan mengajukan gugatan class action. MPBI menekankan kepada Gubernur di tiap daerah agar tidak serampangan menyetujui pengajuan penangguhan kolektif yang diterbitkan para pengusaha itu. Namun, wajib memperhatikan persyaratan yang dilampirkan.

Mengingat persoalan upah sangat krusial bagi pekerja, Ikbal mengatakan MPBI sudah mempersiapkan tim advokasi untuk mengawal pelaksanaan UMP 2013. Jika ada serikat pekerja yang mengadukan perusahaannya tak membayar sesuai UMP, tim advokasi akan menindaklanjutinya. Pasalnya, mengacu pasal 90 jo 185 UU Ketenagakerjaan, Ikbal menyebut terdapat sanksi yang dapat dikenakan kepada pengusaha yang mengupah pekerjanya di bawah UMP. “Minimal kurungan (penjara, red) satu tahun, maksimal empat tahun,” tegasnya.

Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang, Kulit (FSP TSK), Indra Munaswar, menyayangkan sejumlah perusahaan padat karya yang memproduksi sepatu bermerek internasional mengajukan penangguhan UMP.

Pasalnya, dalam praktik, Indra menemukan tak sedikit pengusaha yang menggunakan cara yang dinilai melanggar hukum untuk memenuhi berbagai persyaratan dalam menangguhkan UMP. Soal laporan keuangan sebagai syarat penanguhan UMP, Indra menyebut mestinya pemeriksaan keuangan dilakukan oleh akuntan publik yang independen dan terpercaya. Sehingga, dapat mengurangi pratik manipulasi. “Bukan akuntan dari perusahaan,” ujarnya.

Sementara anggota presidium MPBI dari Federasi Serikat Buruh Indonesia (FSBI), Bayu Murdianto, menyebut di kawasan industri KBN Jakarta Utara, ada upaya yang dilakukan kumpulan HRD untuk mempengaruhi perusahaan agar tak membayar upah sesuai UMP 2013.

Dengan adanya kegiatan kelompok HRD itu, Bayu khawatir perusahaan yang tadinya mau membayar standar UMP 2013, mengurungkan niatnya. Tak ketinggalan, Bayu menuturkan, terdapat organisasi bayaran yang mengatasnamakan masyarakat setempat. Dia mengindikasikan kelompok HRD itu yang membentuk kelompok tersebut untuk melawan setiap gerakan serikat pekerja di kawasan industri Jakarta Utara. “Mengintimidasi serikat pekerja,” ucapnya.

Pertumbuhan Ekonomi
Sedangkan anggota MPBI dari Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Timboel Siregar, mengingatkan, pemerintah sering gembar-gembor untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan PDB. Baginya, pemerintah akan mencapai tujuan itu jika pelaksanaan UMP dapat terlaksana dengan baik. Pasalnya, Timboel berpendapat lebih dari setengah PDB dihasilkan dari tingkat konsumsi masyarakat. Dengan meningkatnya UMP, Timboel yakin pekerja pasti akan membelanjakan uangnya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Persoalannya, Timboel melanjutkan, pengusaha tak ingin margin keuntungannya berkurang dengan kenaikan UMP. Oleh karenanya, sampai saat ini sebagian pengusaha masih meributkan soal kenaikan UMP 2013 yang dinilai sangat tinggi. Timboel menyarankan, agar pengusaha mendesak pemerintah untuk melindungi produk lokal dari gempuran produk murah dari negara lain, sehingga produk lokal dapat bersaing. “Pengusaha itu gerah atas kenaikan UMP karena margin keuntungannya berkurang,” ungkapnya.

Senada, Direktur Eksekutif Trade Union Rights Center (TURC), Surya Tjandra, berpendapat pemerintah Indonesia dapat mengikuti langkah pemerintah Brazil di bawah kepemimpinan Luiz InĂ¡cio Lula da Silva. Pasalnya, Presiden Brazil itu menerbitkan kebijakan yang melindungi sektor industri yang krusial bagi ekonomi Brazil. Salah satunya industri otomotif, Surya menyebut Lula memberi konsesi berupa pemotongan pajak untuk penjualan produk otomotif.

Tentu saja konsesi itu dibarengi dengan meningkatnya besaran upah minimum yang berlaku di Brazil. Surya mencatat sepanjang tahun 2002 – 2010, kenaikan rata-rata upah minimum di Brazil mencapai 50 persen. Menurutnya, Lula paham bahwa meningkatnya konsumsi pekerja dapat meningkatkan pertumbuhan perekonomian dan PDB di Brazil.

Sayangnya, kebijakan yang diterbitkan pemerintah Indonesia berbanding terbalik dengan kebijakan Lula, sehingga daya beli pekerja di Indonesia tergolong minim. Misalnya, periode 1997-2006, Surya memandang upah minimum selalu lebih rendah dari konsumsi minimum. Akibatnya, kemampuan riil daya beli pekerja sangat lemah. Surya mengatakan hal itu terjadi sejak era pemerintahan orde baru yang menggunakan politik upah murah. Tragisnya, kebijakan yang merugikan pekerja itu berlangsung sampai saat ini.

Namun, bergulirnya reformasi membawa angin segar bagi upaya mewujudkan kesejahteraan pekerja. Pasalnya, Surya melihat arah perubahan itu sudah dimulai dengan meningkatnya upah minimum yang cukup signifikan di berbagai daerah. Baginya, masyarakat, khsususnya serikat pekerja, harus berupaya bagaimana pertumbuhan ekonomi yang pesat di Indonesia dibarengi dengan kesejahteraan pekerjanya. “Kenaikan upah minimum cukup signifikan, itu merupakan paradigma baru pertumbuhan ekonomi (di Indonesia,-red),” pungkasnya.


Source : Link

Tidak ada komentar:

Posting Komentar