Mogok prosedural
(1) terasa sudah ketinggalan jaman. Hampir semuanya
terganti oleh mogok spontan dan non-prosedural yang kemudian disusul oleh
bantuan massa dari luar pabrik. Setiap harinya selalu mengalir pesan berantai
(sms) antara pimpinan serikat buruh dan anggota serikat buruh, maupun antara
sesama buruh untuk mengabarkan rencana-rencana aksi ke pabrik-pabrik. Tidak
hanya mengabarkan, beberapa buruh bahkan sudah antusias untuk menanyakan, “hari
ini aksi dimana?”. Menurut intensitasnya, gerakan yang terus-menerus seperti
ini sama sekali tidak pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah gerakan buruh di
Indonesia.
Namun jangan mengira ‘jalan tol’ percepatan kemenangan (normatif) buruh
merupakan jalan yang betul-betul bebas hambatan dan tanpa pengorbanan.
Militansi kaum buruh disini diuji. Kaum buruh dilatih untuk terus “ngotot”
bertahan aksi sebelum menang. Aksi-aksi umumnya dilakukan pada siang hari
selepas pukul 12 dan berakhir hingga diatas pukul 8 malam.
Dalam beberapa kasus
yang juga tidak sedikit, buruh bertahan sampai pukul 3 dini hari, bahkan
menginap hingga keesokan hari sebelum diraihnya kemenangan! Pukul 6 hingga
pukul 7 malam biasanya buruh terlihat silih berganti berkomunikasi dengan sanak
keluarga untuk mengabarkan kepulangan mereka yang terlambat. Urusan pribadi
mulai dikesampingkan sejenak demi urusan bersama. Sedangkan di lokasi aksi,
setiap akses keluar-masuk pabrik dikuasai oleh kerumunan buruh yang jumlahnya
ribuan. Tidak ada pihak manajemen ataupun pengusaha yang boleh keluar dari
pabrik sebelum perundingan menghasilkan kesepakatan.
Terasa betul bahwa buruh
dan pengusaha sedang beradu kekuatan. Kaum buruh yang sudah biasa dikalahkan
dalam perundingan formal kini mendapat kesempatan unjuk kekuatan. Slogan “buruh bersatu tak bisa dikalahkan” terasa mulai memperlihatkan
benih-benih kenyataannya yang sejati didalam praktek.
Sebagian dari pimpinan serikat mengistilahkan bentuk aksi-aksi ini sebagai
‘aksi geruduk pabrik’, lalu sebagian massa buruh mengatakannya sebagai
‘hajatan’ atau ‘kondangan buruh’. Terlepas dari itu, aksi-aksi tersebut
sejatinya memiliki makna pengadilan
buruh. Dari sana terlihat dengan gamblang ekspresi buruh atas kebosanan dan
kegeramannya pada lambat dan tidak berpihaknya semua mekanisme
formal/prosedural. Kaum buruh seakan tidak lagi mau menunggu waktu hanya untuk
dikalahkan oleh permainan penguasa yang beretorika pada semua pasal dalam
Undang-Undang Ketenagakerjaan. Ruang ‘kongkalikong’ pengusaha dan pemerintah kini
dipersempit; jalur reguler (Pengadilan Hubungan Industrial) diperpendek dalam
‘jalan tol’ perundingan yang diisi oleh tekanan massa kaum buruh.
Isu utama, dalam gerakan pemogokan di Bekasi saat ini, adalah pengangkatan
buruh
outsourcing dan buruh kontrak menjadi pekerja tetap,
disamping isu-isu normative lainnya. Kabarnya, sejak 5 bulan lalu hingga saat
ini kurang lebih 40.000 buruh berasal dari 50-an pabrik (banyak yang belum
tercatat (2)) yang telah dimenangkan statusnya dari semula pekerja outsourcing atau
pekerja kontrak menjadi pekerja tetap, dan seluruh hak-hak normatif yang belum
dijalankan berhasil direbut (upah, cuti haid, kebebebasan berserikat, dsb).
Penggugatan massal yang langsung ini ikut disebabkan oleh Dinas Tenaga
Kerja (sebagai wakil pemerintah) yang tidak pernah mengambil tindakan cepat dan
tegas atas pelanggaran ini. Pihak dinas dalam beberapa kesempatan memang
mengakui adanya pelanggaran ini. Namun mereka (berkilah) kebingungan dengan
tidak adanya dasar hukum yang jelas baik dalam UU atau peraturan lain untuk
memberikan sanksi terhadap pelanggaran-pelanggaran tersebut. Sehingga setiap
ada pelanggaran yang diadukan, pihak dinas hanya dapat memberikan nota-nota
yang bersifat “anjuran” kepada perusahaan, atau dalam banyak kasus, malah berbalik
PHK bagi buruh. Tentu saja ini bukan merupakan hal yang baru bagi hukum buatan
kaum pemodal. Hukum
dan UU selalu memberi kesulitan bagi buruh/rakyat untuk menuntut
haknya, namun selalu membersihkan jalan untuk menindas dan
menghisap kaum buruh.
Menariknya gerakan solidaritas yang terjadi di Bekasi dilakukan terhadap
seluruh kawan-kawan buruh yang sedang melakukan pemogokan di perusahaannya tanpa melihat bendera/organisasi mana yang
sedang melakukan pemogokan. Karena gerakan solidaritas, sudah menjadi
“budaya”, maka massa bergerak mendatangi perusahaan-perusahaan yang buruhnya
sedang melakukan pemogokan bahkan tanpa perlu menunggu instruksi formal dari
pimpinan mereka. Begitu mereka mendengar di sekitar kawasan industri tempat
mereka bekerja ada perusahaan yang sedang mogok, maka (terutama) sepulang
kerja, kawan-kawan buruh pergi berbondong-bondong untuk memberikan
solidaritasnya.
Hasilnya, hampir semua serikat di Bekasi mengalami perluasan jumlah
anggotanya. Baik FSPMI, KASBI (PROGRESIP, GSBM), FPBJ, GSPB, FKI SPSI (KSPSI
Andi Gani), merekalah yang terutama memimpin gerakan buruh di Bekasi
dengan kemenangan-kemenangan yang terus berhasil diperoleh oleh kawan-kawan buruh.
Dalam situasi dimana setiap harinya ada aksi, setiap serikat terdorong
untuk terus memberikan solidaritasnya. Jika dalam situasi normal anggota
serikat buruh seringkali tidak merasa keberadaan organisasi selain saat iuran
atau memberikan keluhan, kini organisasi dimungkinkan berfungsi lebih dari itu.
Tugas dibagi, tanggung jawab disebar. Para pengurus serikat mulai berbenah
diri. Sepulang shift 1 (sekitar pukul 4-5 sore) massa anggota serikat
berduyun-duyun hadir bersolidaritas. Anggota-anggota serikat yang mungkin
bahkan jarang kelihatan dalam rapat, diskusi maupun aksi-aksi tradisional, kini
mulai menunjukkan batang hidung nya dalam arena aksi. Lokasi aksi (geruduk
pabrik) yang tidak terlalu jauh dari lokasi pabrik atau tempat tinggal semakin
mempermudah massa untuk hadir bersolidaritas.
Diluar massa yang terorganisasi, massa buruh yang belum memiliki serikat
mulai terdorong untuk berbondong-bondong mencari wadah serikatnya. Segala
ketakutan berserikat yang sebelumnya ada, khususnya pada buruh kontrak, kini
dibongkar oleh contoh-contoh keberanian perlawanan yang setiap harinya terlihat
dan terdengar. Terjadilah panen basis baru bagi serikat-serikat buruh di Bekasi
yang juga menjangkau para buruh kontrak dan outsourcing. Dari pengamatan yang
paling kasar, tidak kurang dari 50-an pabrik baru yang telah terbangun
serikatnya, dan masih terus mengalir setiap harinya kontak-kontak buruh baru
yang merencanakan pembangunan serikatnya dan siap berlawan.
Sementara itu Rejim yang berkuasa sekarang mulai meningkatkan represi
terhadap perjuangan kaum buruh. Aksi-aksi geruduk pabrik yang terjadi sampai
sekarang ini, pada mulanya hanya dijaga oleh aparat kepolisian yang jumlahnya
tidak lebih dari 50 orang. Dalam jumlah ini, seringnya mereka hanya terlihat
bermain-main diluar kerumunan massa, atau beberapa kali bahkan ikut menekan
pihak pengusaha untuk adanya kesepakatan agar aksi dapat segera selesai. Namun
lambat laun jumlah aparat kepolisian tersebut semakin ditambah hingga pernah
dalam “hajatan” di PT BIL hingga mencapai 500-an. Walau kepolisian nampaknya masih berpikir dua kali untuk melakukan represi,
intimidasi-intimidasi sudah mulai terjadi. Aksi di PT. Tempo mulai didatangi
ratusan pasukan Brimob bersenjata lengkap. Beberapa hari menjelang lebaran juga
didapatkan informasi tentang puluhan massa buruh yang dihentikan Brimob
ditengah jalan sehabis melakukan aksi.
Gerakan Buruh Bekasi saat ini juga menjadi sumber utama gerakan buruh yang
bergerak di pusat kekuasaan dan bahkan menjadi pelopor dalam gerakan buruh di
Indonesia saat ini. Ini dapat dilihat baik aksi mogok total kawasan Industri
Bekasi dan penutupan tol dalam isu upah minimum kemarin maupun aksi May Day (1
mei) dan penolakan kenaikan BBM beberapa waktu lalu. Kekuatan buruh yang
bergerak di Jakarta, mayoritas kekuatannya berasal dari Bekasi. Dalam May Day misalnya, dua kekuatan utama
yang bergerak di Jakarta: MPBI (FSPMI-KSPI, KSPSI, KSBSI) dan SEKBER BURUH,
jumlah buruh yang dimobilisasi ke Jakarta, mayoritasnya berasal dari
buruh-buruh yang berada di kawasan-kawasan industri Bekasi.
Pada
tanggal 3 Oktober kemarin hampir seluruh serikat pekerja di Indonesia melakukan
aksi mogok nasional. Jutaan buruh melakukan mogok dan turun ke jalan,
dikawasan-kawasan industri diberbagai kota pabrik menjadi seperti rumah hantu.
Mogok Nasional ini adalah yang pertama dalam 50 tahun terakhir dan menunjukan
luar biasanya kekuatan kaum buruh ketika bersatu. Akibat tekanan yang luar
biasa tersebut Menteri Tenaga Kerja, Muhaimin menjanjikan Moratorium atau
Peraturan Menteri baru mengenai Outsourcing. Dimana Outsourcing diperbolehkan
dalam lima sektor saja yaitu: keamanan, kebersihan, catering, transportasi dan
pertambangan.
Sogokan
tersebut sepertinya tidak mempan. MPBI menyatakan bahwa mereka memberikan waktu
2 minggu agar pemerintah mengambil kebijakan tegas terkait outsourcing dan upah
murah. Sementara SekBer Buruh terus melakukan rapat-rapat akbar dan terus
menyuarakan tuntutan kaum buruh: “Bukan Moratorium Tapi Hapuskan Sistem Kerja
Kontrak dan Outsourcing! Bukan PerMenaker Outsourcing Tapi Perpu (Cabut UU
13/2003 yang melegalkan Kontrak dan Outsourcing)! Bukan 60 Komponen Kebutuhan
Hidup Layak (KHL) Tapi 122 Komponen KHL! Jaminan Kesehatan Gratis dan
Pendidikan Gratis Untuk Semua Rakyat!”
Perjuangan
kaum buruh di Bekasi maupun Mogok Nasional menjadi pelajaran yang sangat
berharga bagi kaum buruh di seluruh Indonesia. Ditunjukan dengan jelas
bahwa kepastian kerja dan kesejahteraan bisa didapatkan hanya dengan kekuatan
dan persatuan kaum buruh itu sendiri. Oleh karena itu menjadi kebutuhan bagi
kaum buruh di Indonesia untuk dapat menjadi satu kekuatan dalam serikat buruh.
Serikat buruh yang bukan sekedar papan nama namun juga sebagai alat perjuangan
bersama kaum buruh tersebut.
Catatan Kaki
- Menurut Undang-undang Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 terutama Pasal 137 dan 140 disebutkan bahwa mogok kerja hanya dapat dilakukan sebagai akibat gagalnya perundingan. Dan harus ada pemberitahuan 1 minggu sebelum mogok tersebut.
- PT. Wujud; PT. Mitratama; PT. Bevananda; PT. Cipress; PT. Dawei; PT. Saneng; PT. FCC; PT. Demko; PT. Sumiasih; PT. Daelim; PT. Hogy; PT. Djabesmen; PT. Dharma; PT. Hero; PT. KPD; PT. Armstrong; PT. Indofood; PT. Sentralindo; PT. PPI; PT. Byung Hwa; PT. Topan; PT. Sintertech; PT. Agel langgeng; PT. Tempo; PT. Tech Master; PT. Unipack; PT. BIL; Gama plast; PT. Tokai; PT. M3; dll.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar