Dimana-mana, korban seharusnya dibela. Ia semestinya mendapatkan
 perlindungan. Kutukan, cacian, sumpah serapah, dan sejuta kebencian, 
hendaknya ditujukan kepada pelaku.  
Adalah kekeliruan besar, jika kemudian ada yang menyalahkan korban.
Tulisan ini barangkali untuk kawan-kawan buruh yang sedang melakukan 
mogok kerja, dimanapun mereka berada. Menjawab pendapat orang yang 
cenderung menyalahkan mogok kerja, karena disamping akan mengganggu 
iklim investasi juga bisa merugikan buruh itu sendiri. Mogok kerja 
membuat investor takut, masyarakat ketar-ketir kalau pabrik bangkrut dan
 mereka kehilangan mata pencaharian, pengendara terhambat karena 
kerumunan orang yang mengakibatkan kemacetan.
Saya
 rasa, pernyataan-pernyataan itu tidak netral. Meskipun tak jarang 
disampaikan oleh orang yang tidak memiliki ikatan apapun antara 
pengusaha dan buruh yang melakukan pemogokan, terasa sekali ada kesan 
kuat untuk menyalahkan buruh yang sedang melakukan mogok kerja. 
Jujur, saya tidak bisa terima dengan hal-hal seperti ini. Jangan 
salah menilai, apalagi hanya didasarkan pada sikap sentimentil tanpa 
memahami latar belakang mengapa pemogokan sampai dilakukan. 
Cobalah berfikir dengan jernih. Apa yang harus dilakukan oleh buruh, 
misalnya, ketika mereka tidak mendapatkan upah sesuai UMSK – yang 
seharusnya mereka dapatkan – dan pengusaha tidak bersedia berunding 
dengan mereka? Ketika pengusahanya mempekerjakan buruh outsourcing di 
bagian produksi – dan ini melanggar hukum – tetapi  tidak pernah 
menanggapi ketika diajak berdiskusi?
Apakah buruh-buruh itu harus bersabar menunggu satu saat nanti 
pengusaha berbaik hati dan memberikan hak-hak pekerja secara sukarela? 
Sementara sudah lebih dari sepuluh tahun kondisi ini terjadi, tanpa ada 
tanda-tanda akan segera diakhiri. Ketika hal itu sudah terjadi lebih 
dari sepuluh tahun, dan baru kali ini mereka mengatakan ”tidak” untuk 
upah murah. Masihkah kalian tega menyalahkan mereka, yang menuntut agar 
keadilan ditegakkan.
Cukup saya katakan: jika mogok kerja dilakukan bukan untuk mogok itu 
sendiri. Undang-undang Ketenagakerjaan sudah mengatur dengan ketat, 
bagaimana sebuah pemogokan bisa dilakukan. Tidak pernah terfikirkan 
sedikit pun oleh kami bahwa mogok kerja menjadi sebuah tujuan.
Bagaimanapun, kami lebih suka bekerja ketimbang menghentikan mesin 
produksi. Dan karena kami adalah manusia – bukan mesin – maka kami ingin
 dihargai sebagaimana layaknya manusia. Dibayar tunai sebelum keringat 
kami mengering, sesuai dengan apa yang seharusnya kami dapatkan.
Kami menyakini bahwa pengusaha yang membayar upah buruh dibawa upah 
minimum adalah pelanggaran pidana. Dan itu adalah pidana kejahatan. Jika
 pun kemudian mogok kerja dilakukan, maka sejatinya itu adalah cara kami
 untuk melawan penjahat. Lalu mengapa kami yang disalahkan, dan bukan si
 penjahat itu yang dikecam?
”Bikin macet!”
Ach, hampir setiap hari macet terjadi dimana-mana. Tetapi kalian 
lebih banyak diam. Tidak pernah menyalahkan pemerintah yang abai 
membangun insfrastruktur. Tidak banyak protes meski jalanan berlubang 
dimana-mana, angkot dan bus-bus umum yang sudah reyot tanpa peremajaan, 
ketika tol tidak lagi menjadi jalan bebas hambatan. Dan lagi pula berapa
 lama kemacetan yang terjadi akibat aksi buruh? Satu jam, dua jam, tiga 
jam? Kami bahkan sudah lebih dari sepuluh tahun menderita berada dalam 
sistem yang tidak berpihak dan cenderung mengeksploitasi.
Sudahlah, jangan salahkan kami. Justru sebaliknya, mari bergabung untuk memenangkan perjuangan ini….
Sumber: link
 

 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar