Ada enam pintu menuju demokrasi yang sudah berhasil dibuka generasi muda 1980-an hingga 1990-an:
Pertama, kata rakyat dimaknai kembali;
Kedua, budaya bisu dihancurkan;
Ketiga, militansi rakyat (dalam melawan) ditingkatkan dan diperluas;
Keempat, gairah berorganisasi diwadahi;
Kelima, kesadaran akan hak dan keadilan dijadikan bagian kehidupan;
Dan keenam, tuntutan akan pemerintahan alternatif (tandingan) dimatangkan.
Enam pintu itulah, antara lain, yang memberikan syarat jatuhnya Suharto dan, kemudian, membuka kesempatan berdirinya organisasi-organisasi yang lebih amanah. Bahkan menyebabkan terjadinya perpecahan dalam organisasi organisasi buatan rejim Orde Baru, misalnya perpecahan dalam SPSI. Itu lah mengapa pemikiran kita harus HISTORIS (MENYEJARAH), agar ADIL SEJAK DALAM PIKIRAN, TIDAK PONGAH seolah-olah kebesaran kita sekarang ini sekadar hasil upaya kita semata, seolah tak ada sumbangan historis, seolah tak ada sumbangan faktor-faktor lain, seolah tak ada sumbangan pihak lain (yang bahkan lebih berani dalam berkorban untuk mempertahankan upayanya bagi kemaslahatan orang lain). Sesungguhnya, di dalam sesuatu itu ada pengaruh dan sumbangan faktor-faktor atau orang-orang di luar dirinya. Mana mungkin pergi ke surga sendirian.
Hati ini kutundukkan hormat untuk kawan-kawan yang telah memperjuangkan ruang demokrasi (democratic space) tersebut dengan jiwa dan raganya.
Gunakan lah ruang demokrasi yang belum begitu luas dan penuh ini untuk membangun PERSATUAN pergerakan rakyat, dan upayakan terus ruang demokrasi ini agar semakin meluas dan sepenuh-penuhnya.
Penulis: Danial Indrakusuma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar