Sangat terang benderang bahwa Inpres No. 9 th 2013 ini melanggar UUD NRI th 1945. Dalam Diktum KEDUA angka 5 huruf d. Presiden memerintahkan Gubernur untuk menetapkan tahapan pencapaian KHL di daerahnya masing-masing dengan mempertimbangkan kondisi KEMAMPUAN DUNIA USAHA.
Instruksi ini jelas bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) UUD yang menyatakan bahwa, tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Ayat ini satu tarikan nafas; artinya, dengan pekerjaannya itu, seseorang harus dapat memenuhi kebutuhan hidup yang layak bagi KEMANUSIAAN (-- bukan bagi hewan--). Pasal 27 ayat (2) ini kemudian diperkuat dengan Pasal 28D ayat (2) yang menyatakan, setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
Jelas sudah, Presiden RI telah tidak menjalankan UUD dengan selurus-lurusnya sesuai dengan sumpah yang diucapkannya. Nyatanya, Presiden lebih mementingkan dunia usaha ketimbang memperhatikan dan menegakkan hak-hak konstitusional rakyat yang menjadi tanggung jawabnya.
Selain itu, dengan mengeluarkan Inpres ini, Presiden telah melanggar hukum, seperti:
1) alih-alih ingin memerintahkan bawahannya, tapi faktanya Inpres ini membuat aturan mengenai kebijakan penetapan upah minimum. Padahal, tidak ada satu pun UU - termasuk UU No. 13 th 2003 yang memerintahkan Presiden membuat instruksi terkait dengan penetapan upah minimum. Mekanisme Penetapan upah minimum sudah diatur dengan jelas dalam UU No. 13 th 2003. Mestinya, yang harus dilakukan oleh Presiden adalah membuat Peraturan Pemerintah sebagaimana yang diperintahkan oleh Pasal 97 UU No. 13 th 2003 sejak 10 (sepuluh) tahun silam, untuk mengatur upah layak, upah minimum dan perlindungan upah yang belum sepenuhnya diatur dalam Pasal 88, Pasal 89 dan Pasal 95 UU No. 13 th. 2003.
2) Presiden telah mengabaikan UU No. 3 th. 1951 tentang Pengawasan Perburuhan, dan UU No. 23 th. 2003 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 81 mengenai Pengawasan Perburuhan Dalam Industri dan Perdagangan. Presiden dalam Inpres ini malah menugaskan Menteri Dalam Negeri untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan penetapan upah minimum oleh pemerintah daerah. Padahal, tugas dan tanggung jawab pembinaan dan pengawasan perburuhan adalah tugas dan tanggung jawab Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi berdasarkan undang-undang.
3) Nampaknya, Presiden telah kehilangan arah dalam menjalankan pemerintahan. Terbukti, dalam Inpres ini Presiden mencampur-adukan masalah ketenagakerjaan dengan tugas kepolisian. Dalam diktum KEDUA angka 4 huruf a Inpres ini, menugaskan KAPOLRI untuk memantau proses penentuan dan pelaksanaaan kebijakan penetapan upah minimum. Apa urusannya kepolisian memantau proses penentuan dan pelaksanaan upah minimum? Polisi berdasarkan undang-undang tentang Kepolisian telah mempunyai PROTAP mengenai penanganan keamanan dan ketertiban masyarakat. Langkah Presiden ini merupakan pelanggaran berat terhadap asas dan prinsip perburuhan yang berlaku secara universal. Hal ini perlu diadukan ke ILO sebagai intervensi aparat keamanan dalam masalah-masalah perburuhan.
Meski umurnya tinggal beberapa bulan lagi sebagai Presiden, rakyat – terutama kaum pekerja/buruh harus menuntut kepada DPR RI untuk mengambil langkah dan tindakan terhadap pelanggaran konstitusi oleh Presiden.
Penulis: Indra Munazwar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar