salam revolusi! saudara sekandung negeri keluarga besar republik
indonesia yang majemuk. hancur hatiku kalo begini. lihatlah nasib kaum
proletar (rakyat buruh, petani dan nelayan), tak akan pernah beranjak
menjadi lebih baik tingkat kesejahteran hidupnya dibanding ketika bangsa
ini masih hidup dalam cengkeraman kolonial voc (belanda). ingat, sampai
hari ini, jutaan buruh sedang siap-siap meradang turun ke jalan untuk
menuntut perbaikan nasibnya. demo jutaan buruh yang direncanakan turun
ke jalan dalam rangka "may day" atau "hari buruh internasional" 1 mei
mendatang, ingin menyuarakan penderitaan nasibnya yang diperlakukan tak
adil oleh manajemen perusahaan, tempat di mana mereka menggantungkan
nasibnya. kita sadari bahwa konsep musyawarah tripartit (antara
mediator pemerintah, kapitalis pengusaha, dan kaum proletar buruh) tak
pernah menemukan titik temu harmonis adil yang bisa diterima oleh
masing-masing pihak. secara analogis, posisi kaum proletar buruh dan
kapitalis pengusaha laksana bercampurnya air dan minyak dalam satu
wadah, tak bisa menyatu, selalu saja berseteru bak "tom and jerry".
posisi pemerintah amatlah lemah dan tak berwibawa, itulah kata kunci
dari berlarut-larutnya persoalan proletar buruh dan sang majikan kaum
kapitalis ini. Tapi lebih penting dari itu, garis haluan politik
nasional telah bergeser jauh.
harus dipahami benar, terutama
pasca-jatuhnya rezim revolusioner bung karno pada tahun 1967, sistem
politik nasional bergeser dan berganti haluan dari poros ideologis
sosialis marhaenis ke sistem kapitalisme neoliberalisme. pergeseran
poros sistem ini dimuali secara intensif gradual di bawah naungan rezim
militeristik soeharto, yang kemudian dikenang rakyat sebagai rezim
otoriter represif, karena begitu banyak catatan kasus pelanggaran ham
berat. rezim ini mempopulerkan konsep trilogi pembangunan dan konsep dwi
fungsi abri. dan apa pun konsepnya, harus dikatakan, bahwa pada
akhirnya negara terjerumus ke dalam jurang krisis moneter yang dalam
akibat mengidap virus korupsi kolusi nepotisme yang parah, dan sayangnya
virus itu “dilestarikan” hingga kini, bahkan lebih parah menjangkiti
elit parpol di parlemen, pejabat negara, birokrat, aparatus penegak
hukum hingga merembes ke berbagai daerah melalui saluran kebijakan
liberal otonomi daerah.
bila dicermati regulasi
undang-undang yang terkait langsung dengan masalah kesejahteraan rakyat
(buruh, petani, nelayan); pastilah tidak ada keberpihakan secara
ideologis politik terhadap mereka. Karena itu, biar bagaimana pun,
haluan sistem politik nasional harus dikoreksi total, dari yang selama
ini berkiblat pada sistem kapitalisme neoliberalisme ke sistem
sosialisme pancasila yang menjadi akar ideologis kultural bangsa. harus
dipahami, bahwa jauh sebelum indonesia merdeka, jiwa ideologis kultural
bangsa berakar pada nilai-nilai sosialisme dengan ciri utamanya: jiwa
kegotongroyongan, rasa senasib sepenanggungan, tidak mementingkan diri
sendiri, guyub rukun, toleran, penuh rasa welas asah asih asuh. itulah
ciri-ciri sejati dari jiwa sosialisme pancasila. dan tatanan nilai
sosial seperti itu kini melemah, bahkan di kota-kota besar metropolitan,
konstruksi nilai-nilai idiil itu sudah lama lenyap atau menguap, akibat
dihantam oleh gelombang besar nilai-nilai kapitalisme global yang
bercirikan (watak): individualisme, materialisme dan hedonisme.
kini menjadi jelas, bahwa rezim pemerintah saat ini sudah tak mampu
lagi mengayomi posisi dan nasib kaum proletar (rakyat buruh tani dan
nelayan). dan akibat kemiskinan struktural yang akut ini, jutaan kaum
muda warga bangsa, berduyun-duyun eksodus ke luar negeri, hidup kepepet
sebagai tki/tkw berstatus jadi babu, kacung, jongos bahkan harus rela
mati bila mereka diposisikan sebagai budak teraniaya. tolong diingat,
kini sudah tercatat lebih dari 6 ribu nyawa tki/tkw melayang di negeri
orang selama 4 tahun terakhir ini. mereka mati akibat dianiaya, dihukum
pancung, ditembak aparat , dan ada pula yang terpaksa bunuh diri karena
tak tahan hidup dalam penindasan sang majikan. Di tengah spektrum
problem sosial yang kompleks ruwet dan multi-dimensional inilah, justru
kita tidak melihat adanya keseriusan dari elit parpol, pejabat negara,
birokrat serta aparat penegak hukum untukb bergerak bersama secara
progresif revolusioner “membebaskan rakyat” dari belenggu kemiskinan
strukturalnya. yang tampak di permukaan saat ini, justru mereka telah
kehilangan kredibilitas dan kewibawaannya, akibat seringnya tersandung
aneka kasus tercela yang cacat integritas moral seperti: korupsi,
kolusi, nepotisme dan manipulasi. di tengah lingkaran setan kebijakan
sistem yang menghamba pada kapitalisme neoliberalisme inilah, rakyat
masih dihimpit lagi oleh sistem demokrasi liberal multipartai yang kian
menjerumuskan rakyat ke dalam jurang penderitaan politik. karena lebih
dari selusin parpol yang hendak melenggang di pemilu 2014 mendatang,
rata-rata tidak memiliki integritas moral ideologi perjuangan, melainkan
gerombolan elit parpol itu lebih memposisikan diri sebagai “tengkulak
politik” bermental pragmatis, transaksional, oportunistik. oleh karena
itu, rakyat kini tak punya banyak pilihan. karena kini, tinggal satu
jalan perjuangan yang tersisa yakni: revolusi zonder kompromi. artinya:
pemilu 2014 no, revolusi o yeeeee!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar