Selasa, 11 Desember 2012
Beberapa hari yang lalu saya diminta oleh seorang kawan untuk memberikan materi dalam pendidikan Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Ini sekaligus menautkan ingatan saya, akan fungsi salah satu fungsi serikat pekerja; sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan penyelesaian perselisihan industrial. Apalagi, bagi FSPMI, peningkatan kualitas dan kuantitas PKB menjadi salah satu program prioritas.
Di kalangan serikat pekerja, pendidikan tentang PKB adalah pendidikan yang lazim diselenggarakan. Ini seperti menjadi pendidikan wajib yang harus diikuti. Bahkan rasanya terlalu sering diselenggarakan. Mungkin karena itu, banyak pekerja yang menganggap PKB bukanlah sesuatu yang istimewa untuk diperjuangkan.
Banyak diantara kita yang mengerti apa itu PKB. Mengikuti berbagai training dan pelatihan. Tetapi di perusahaannya masih saja menggunakan PP (Peraturan Perusahaan). Beberapa bahkan tidak jelas sama sekali, aturan yang mana yang dipakai.
Cek saja, seberapa banyak PUK-PUK kita yang memiliki PKB? Maka kita akan mendapati prosentase yang mengenaskan. Sangat minim secara kuantitas, apalagi kualitas.
PKB juga mencerminkan seberapa besar daya tawar pekerja terhadap pengusaha. Ia tidak saja menjadi simbol atas hubungan industrial yang harmonis. Tetapi juga, disana hak dan kewajiban masing-masing pihak akan dipertegas. Dan yang lebih heroik, PKB menetapkan secara bersama syarat-syarat kerja yang belum diatur dalam undang-undang.
Disinilah kemampuan berunding serikat pekerja akan diuji. Saat kekuatan kolektivitas bargaining dipertaruhkan. Saat kesadaran politik tiap pekerja ditumbuhkan.
PKB bisa jadi medan perjuangan yang sesungguhnya bagi serikat pekerja di dalam pabrik. Bukan hanya di dalam pabrik, tetapi juga lintas pabrik. Menjadi perjuangan kolektif sebagai ciri khas kelas pekerja. Menjadikan ini sebegai perjuangan bersama. Betapapun, kemenangan di satu pabrik, akan berkorelasi positif di pabrik-pabrik yang lain.
Ada yang berkomentar, bahwa PKB hanya cocok bagi perusahaan yang sudah mapan hubungan industrialnya. Bagaimana mungkin mau berunding PKB, jika union busting masih saja menjadi hantu yang menakutkan di banyak perusahaan?
Saya sendiri tidak begitu paham, apa yang dimaksud dengan hubungan industrial yang sudah mapan itu. Dan kalau benar union busting terjadi di perusahaan kita, mengapa harus menunggu PKB untuk melawannya?
Bukankah PKB bukan sekedar menjadi pengetahuan? Bukan sekedar mengurai setiap detailnya, lalu dijadikan kurikulum dalam sebuah pendidikan serikat pekerja. PKB, bagi saya, lebih merupakan perjuangan ketimbang pengetahuan.
Beruntung, FSPMI sudah memiliki standarisasi PKB. Sudah ada draft, yang tinggal membutuhkan sedikit penyesuaian untuk bisa diimplementasikan. Seharusnya, hal ini akan membuat kita menjadi lebih mudah. Setidaknya tinggal fokus, bagaimana ”memaksa perusahaan” – dalam tanda kutip – agar mau berunding dengan Serikat Pekerja.
Jangan sampai, gerakan dari pabrik ke publik yang saat ini sedang kita gaungkan, meninggalkan perjuangan di tingkat pabrik. Perjuangan di tingkat pabrik penting. Di ranah publik juga penting. Kedua-duanya sama-sama penting.
Source: http://kaharscahyono.wordpress.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar