Mars FSPMI Kami buruh fspmi Berjuang di sini karena hati kami Bukan karena digaji atau ingin dipuji Kami berjuang karena hak asasi Kami buruh fspmi Siang malam tetap mengabdi Tak peduli hujan tak peduli panas Susah senang ya solidarity Reff: Di sini bukan tempat buruh malas Atau mereka yang biasa tidur pulas Di sini tempatnya para pejuang Yang berjuang dengan keikhlasan Lawan lawan lawan lawan lawan Lawan lawan lawan sampai menang Satu komando wujud kekompakan Sabar dan loyal itu kewajiban Sekuat mental baja sukarela berkorban Berjuang dalam satu barisan Solidarity forever Solidarity forever Solidarity forever For the union make us strong.

Jumat, 05 Oktober 2012

Outsourcing

Jalan-jalan tertentu di Jakarta, kemarin, tak sepadat hari-hari biasanya. Banyak karyawan memilih meliburkan dirinya karena demo massal buruh. Di pusatpusat industri di pinggiran Jakarta dan kota-kota industri lainnya, ribuan buruh tumpah ke jalan untuk menuntut kesejahteraan.

Salah satu yang mereka tuntut adalah penghapusan sistem outsourcing. Sudah sekian lama buruh di Indonesia menuntut penghapusan outsourcing yang dinilai lebih banyak merugikan, mengganggu rasa keadilan dan kesejahteraan, serta dianggap menguntungkan sebagian pengusaha. Betulkah outsourcing ini harus dihapuskan agar buruh bisa lebih sejahtera atau sebenarnya ada masalah lain yang lebih penting dan harus diselesaikan sehubungan dengan outsourcing ini?

Fenomena Global

Perlu dipahami para buruh, outsourcing merupakan sebuah gejala global yang terjadi di seluruh dunia. Outsourcing muncul karena dunia usaha semakin menyadari siklus bisnisnya bergerak semakin pendek. Dari 30 tahun sekali menjadi 20 tahun sekali, lalu 10 tahun sekali. Krisis semakin cepat terjadi, semakin berat. Perusahaan yang memiliki sendirian ribuan karyawan terlalu riskan bila terjadi gangguan dari luar, termasuk siklus krisis.

Di lain pihak manajemen modern mengajarkan, perusahaan yang unggul adalah perusahaan yang fokus pada kompetensi intinya. Perusahaan tidak mau susah payah mengurusi terlalu banyak hal yang tidak dikuasainya.

Seperti bank yang keahliannya mengurus aspek keuangan, dulu mengurus banyak hal, termasuk security dan catering. Sekarang dunia usaha ingin fokus ke core competency atau kompetensi inti dan memilih menyerahkan hal-hal yang bukan keahlian intinya ke perusahaan lain.

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi sebenarnya telah menetapkan lima jenis pekerjaan yang diperbolehkan outsourcing, yakni cleaning service, keamanan, transportasi, katering, dan pemborongan pertambangan. Selain lima pekerjaan tersebut, pemerintah melarang penggunaan tenaga kerja outsourcing.

Padahal gejala outsourcing di negeri ini sudah merambah ke segala bidang mulai dari R&D, sekretariat, desain, travel, pengawalan, riset pasar, distribusi, dan sebagainya. Outsourcing telah terjadi begitu luas di sini dan di seluruh dunia. Sejumlah perusahaan kemudian memilih menggunakan jasa outsourcing untuk jasa-jasa tersebut dengan harapan bisa lebih fokus pada kompetensinya, efisien sekaligus meminimalkan risiko ketika terjadi krisis.

Namun buruh bertanya apakah semua ini semata-mata ditujukan untuk kepentingan pengusaha? Praktik-praktik outsourcing banyak ragamnya dan banyak diterapkan di berbagai negara maju. Misalnya nearshoring yang berarti mengalihkan pekerjaan-pekerjaan ke perusahaan-perusahaan negara tetangga karena dianggap memiliki kedekatan baik dari segi budaya, zona waktu maupun peraturan.

Praktik nearshoring ini umumnya diterapkan oleh perusahaan-perusahaan di Eropa Barat dengan menyerahkan outsourcing kepada negara-negara Eropa Timur. Atau praktik offshore sourcing, yakni mencari outsourcing ke negara-negara lain yang upahnya lebih rendah, tetapi kualitasnya cukup baik. Ada pula crowdsourcing yang menyerahkan pekerjaan kepada sekelompok orang.

Yang ingin saya tekankan di sini, outsourcing merupakan praktik yang lumrah diterapkan berbagai perusahaan di dunia untuk merespons krisis. Hanya saja, praktik outsourcing ini harus dikelola dengan baik agar tidak memunculkan masalah, terutama berkaitan dengan kesejahteraan buruh. Buruh yang tidak sejahtera berarti bangsa juga tidak sejahtera.

Kompetensi Outsourcing

Yang harus dicermati sekarang, mengapa outsourcing di Indonesia kerap kali mendapatkan penolakan? Saya kira salah satu penyebabnya karena tenaga kerja outsourcing yang disewa perusahaan banyak menimbulkan persepsi bahwa mereka adalah warga "kelas dua". Perusahaan sering kali menerapkan dualisme: karyawan tetap dan karyawan outsourcing.

Para karyawan outsourcing kerap dipandang sebelah mata karena tingkat kesejahteraannya jauh di bawah kesejahteraan pegawai tetap di perusahaan tersebut pada kualifikasi pekerjaan yang sama. Tentu saja hal itu menimbulkan rasa ketidakadilan.

Fasilitas dan imbalan yang diterima pegawai outsourcing tidak setara dengan kesejahteraan pegawai tetap. Mirip perbedaan yang dialami pekerja-pekerja lokal di perusahaanperusahaan asing yang kesejahteraannya dibedakan.

Masalah tunjangan kesehatan pun tidak diperhatikan oleh perusahaan pengguna jasa tersebut. Mereka menyerahkan masalah tunjangan kesehatan, kesejahteraan pekerja kepada perusahaan outsourcing, dan demi mendapatkan efisiensi, perusahaan outsourcing banyak yang menghapuskan tunjangan kesejahteraan buruhnya, bahkan menekan upahnya. Sebuah ketidakadilan yang kemudian sangat merugikan buruh.

Selama dualisme itu ada, rasa ketidakadilan sulit dihilangkan. Selain itu, banyak perusahaan yang melakukan outsourcing semata-mata untuk mencari untung karena bisa menyewa tenaga kerja yang lebih murah, bukan karena ingin fokus pada kompetensi inti. Sementara perusahaan outsourcing juga mencari untung dengan mencari tenagatenaga kerja murah yang kompetensinya tidak sesuai.

Jika sudah begini, buruh outsourcing-lah yang paling menderita. Padahal niat semula dengan outsourcing adalah perusahaan bisa fokus pada kompetensi intinya sehingga bisa lebih fokus, kinerja lebih baik, bisa berekspansi yang pada akhirnya bisa membuat semua pihak semakin sejahtera. Di tengah globalisasi saat ini, praktik outsourcing tidak mungkin dihapuskan. Para buruh pun harus melihat outsourcing sebagai sebuah realitas yang harus dihadapi.

Namun yang lebih penting, sistem outsourcing harus dibenahi, ditata ulang. Outsourcing yang baik adalah yang efisien, menguntungkan kedua belah pihak, dan menyejahterakan buruh. Tidak boleh ada perusahaan yang membayar tenaga kerja outsourcing di bawah standar.

Perusahaan outsourcing sebaiknya memiliki kompetensi dan akreditasi dan dibuat standarnya secara nasional sehingga pada akhirnya semua pihak tidak merasa dirugikan dan negeri ini kembali kompetitif.

RHENALD KASALI
Ketua Program MM Universitas Indonesia
(Koran SI/Koran SI/ade)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar