Mars FSPMI Kami buruh fspmi Berjuang di sini karena hati kami Bukan karena digaji atau ingin dipuji Kami berjuang karena hak asasi Kami buruh fspmi Siang malam tetap mengabdi Tak peduli hujan tak peduli panas Susah senang ya solidarity Reff: Di sini bukan tempat buruh malas Atau mereka yang biasa tidur pulas Di sini tempatnya para pejuang Yang berjuang dengan keikhlasan Lawan lawan lawan lawan lawan Lawan lawan lawan sampai menang Satu komando wujud kekompakan Sabar dan loyal itu kewajiban Sekuat mental baja sukarela berkorban Berjuang dalam satu barisan Solidarity forever Solidarity forever Solidarity forever For the union make us strong.

Jumat, 05 Oktober 2012

Kronologis pembebastugasan jurnalis Metro TV, Luviana, dari posisi Redaksi Metro TV

Luviana (tengah), saat melapor ke Komnasham RI
Nama saya Luviana. Saya adalah jurnalis Metro TV dan juga anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta. Saya mulai bekerja di Metro TV sejak tanggal 1 Oktober 2002. Saat ini posisi saya sebagai assisten produser. Sejak diangkat sebagai assisten produser di tahun 2007 hingga kini, saya dan sejumlah karyawan Metro TV menemukan beberapa hal krusial yang kami anggap sebagai sumber persoalan di manajemen redaksi Metro TV :
  1. Macetnya saluran komunikasi antara manajemen redaksi dengan para jurnalis, terutama dengan para produser/assisten produser.
  2. Ketiadaan penilaian terhadap kinerja karyawan yang dilakukan oleh manajemen redaksi. Kondisi ini berakibat, tidak ada indikator yang secara obyektif bisa digunakan untuk mengevaluasi kinerja seorang karyawan. Penilaian lebih didasarkan pada rasa suka atau tidak suka. Hal inilah yang kemudian menjadi salah satu alasan terhambatnya jenjang karir dan penyesuaian gaji karyawan.
Kondisi di atas terjadi bertahun-tahun lamanya, tanpa ada perbaikan dari tingkat manajemen redaksi. Fakta yang kami temukan yang juga menjadi pengalaman pribadi saya antara lain, ada karyawan yang mulai bekerja di tahun yang sama, namun kemudian mendapatkan posisi dan gaji berbeda.
Saya menerima perbedaan dalam contoh kasus tersebut. Jika memang didasarkan pada kemampuan dan kinerja karyawan, saya akan terima. Namun sayangnya, manajemen redaksi tidak bisa menyampaikan alasan pembeda mengapa ada seorang karyawan mendapatkan posisi yang baik dengan gaji yang meningkat dan ada yang tidak. Sekali lagi, manajemen mengambil sebuah keputusan terhadap nasib kehidupan seorang karyawan berdasarkan sistem suka atau tidak suka, bukan pada sebuah sistem penilaian yang terukur.
Berdasar pada situasi inilah, saya dan beberapa teman kemudian melakukan upaya bersama untuk membuat sebuah perubahan di Metro TV:
  1. Kami mempertanyakan soal sistem penilaian terhadap para assisten produser dan beberapa jurnalis lainnya kepada manajemen redaksi. Namun pertanyaan kami tidak pernah mendapatkan jawaban. Selanjutnya, bersama 14 orang assisten produser lainnya, pada Agustus 2011 kami mengajukan surat untuk mempertanyakan persoalan ini kepada pihak manajemen redaksi.
  2. Surat yang kami tujukan kepada manajemen redaksi, dijawab dengan pernyataan secara lisan oleh Dadi Sumaatmadja (Kepala Produksi berita saat itu): bahwasanya kami diminta untuk melakukan introspeksi diri kenapa tidak diangkat menjadi produser hingga sekarang. Pihak manajemen pun sekali lagi tidak dapat menunjukkan hasil penilaian yang terukur terhadap kinerja dan kemampuan kami.
  3. Lebih kurang sebulan lamanya kami tidak mendapatkan jawaban dari manajemen redaksi soal draft penilaian untuk para produser/assisten produser ini.
  4. Kami kemudian berupaya menemui Direktur utama (Dirut) Metro TV yangbaru, Adrianto Machribie. Kami menyatakan bahwa ingin mengadakan pertemuan untuk membahas soal buruknya manajemen redaksi yang berakibat pada terhambatnya penjenjangan karir dan gaji karyawan ini. Dirut Metro TV kemudian mengundang semua produser dan assisten produser untuk bertemu. Pada pertemuan tersebut, semua produser/assisten produser yang hadir menyatakan kekecewaannya pada manajemen redaksi yang kami nilai menjalankan manajemen dengan buruk (tidak ada penilaian yang terukur, kebijakan yang subyektif hingga macetnya komunikasi di antara kami). Dirut Metro TV berjanji akan memperbaiki manajemen redaksi dan membentuk tim untuk memperbaikinya.
  5. Dari berbagai kasus ini, maka saya dan beberapa teman kemudian membentuk organisasi karyawan untuk menyelesaikan beberapa persoalan di redaksi Metro TV, karena masalah ini tak hanya menimpa asissten produser dan produser, namun juga menimpa teman-teman kami yang lain yang punya persoalan dengan gaji, jenjang karir dan status mereka. Organisasi karyawan yang kami bentuk ini sebagai wujud keprihatinan kami terhadap buruknya manajemen redaksi Metro. Kami berharap dengan adanya organisasi ini, ke depannya bisa menjembatani komunikasi yang sehat antara manajemen dan karyawan seperti halnya yang ada dalam organisasi Serikat Pekerja.
  6. Pada 22 Desember 2011, Dadi Sumaatmadja meminta saya untuk pindah ke program acara Metro Malam. Di saat yang sama, saya juga memberikan evaluasi pada program Metro Malam yang banyak melakukan pelanggaran HAM dan tidak sensitif gender, misal: menayangkan wajah tersangka secara terbuka, menayangkan wajah Pekerja Seks Komersial (PSK) yang sedang dikejar-kejar petugas keamanan secara terbuka dan menayangkan tayangan-tayangan kekerasan secara vulgar. Saya ungkapkan bahwa tayangan seperti ini melanggar Keputusan Komisi Penyiaran Indonesia tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran serta melanggar Kode Etik Jurnalistik . Namun justru manager HRD menyatakan bahwa oleh manajemen redaksi, saya dinilai membangkang dan terlalu banyak mengkritik. Padahal kritikan ini didasari untuk perbaikan program siaran agar punya perspektif yang baik yang akan disajikan kepada pemirsa Metro TV.
  7. Perlakukan manajemen redaksi yang subyektif dan tidak juga memberikan solusi ini akhirnya membuat puluhan produser dan assisten produser kecewa. Kurang lebih 30 orang produser dan assisten produser Metro TV kemudian memutuskan untuk keluar. Mereka sudah tidak tahan atas perlakukan dan penilaian secara subyektif dari manajemen redaksi Metro TV.
  8. Pada Tanggal 26 Desember 2011, saya mulai bertugas di program siaran Metro Malam. Sementara beberapa pembenahan kemudian mulai dilakukan oleh Direktur Utama Metro TV, Adrianto Machribie, mulai dari pembenahan kedudukan/ organisasional manajemen redaksi, pemberian assesment pada semua karyawan hingga pembenahan ruangan di Metro TV yang kini lebih terbuka.
  9. Pada Awal Januari 2012, manajemen redaksi memberikan kenaikan gaji kepada beberapa karyawan. Kenaikan gaji yang dilakukan hanya untuk beberapa assisten produser ini dilakukan secara tertutup dan dengan menggunakan surat khusus dari manajemen redaksi. Kami menyambut baik kenaikan gaji ini, namun amat kami sayangkan, kenaikan gaji ini tidak dilakukan secara transparan dan hanya terjadi pada beberapa orang saja. Sekali lagi, penilaian dilakukan atas dasar suka dan tidak suka. Hal ini terbukti ketika soal kenaikan gaji tersebut saya tanyakan pada pihak HRD Metro TV. Pihak HRD metro TV menyatakan bahwa memang ada surat khusus dari manajemen redaksi untuk menaikkan gaji pada beberapa orang assisten produser saja.
  10. Selanjutnya, pada hari Jumat, 27 januari 2012 manajemen redaksi membagikan bonus dari perusahaan. Namun, pembagian bonus ini kami nilai diskriminatif. Hal ini dikarenakan, ada karyawan yang tidak mendapatkan bonus. Ada juga karyawan yang hanya mendapatkan bonus 0,25 kali gajinya, namun ada karyawan yg mendapatkan bonus hingga 5 kali gaji. Kami sangat menyayangkan hal ini. Di saat Direktur Utama Metro TV melakukan beberapa pembenahan, justru manajemen redaksi memberikan keputusan yang sangat subyektif dan selalu didasarkan dari rasa suka dan tidak suka.
  11. Berangkat dari situasi yang tidak fair ini, saya dan beberapa teman kemudian mempertanyakan soal surat khusus kenaikan gaji beberapa orang assisten produser dan soal pemberian bonus ini kepada kepala produksi berita Dadi Sumaatmadja. Saya juga meminta diadakan pertemuan untuk menjelaskan penilaian bonus ini, karena hampir semua awak redaksi mempertanyakan soal ini. Namun Dadi menolak bertemu di pertemuan besar. Dadi Sumaatmadja hanya mau ditemui secara personal.
  12. Kami bertiga (Edi Wahyudi dan Matheus Dwi Hartanto) dan beberapa teman lain selanjutnya juga mempertanyakan hal ini kepada Wayan Eka Putra (kepala produksi berita yg baru) soal pemberian surat khusus pada beberapa assisten produser dan penilaian pada pemberian bonus yang diskriminatif, namun kami tidak mendapatkan jawaban.Selanjutnya kami meminta untuk diadakan pertemuan dengan pihak manajemen HRD Metro TV dan Wayan Eka Putra pada hari Selasa, 31 Januari 2012.
  13. Pada proses selanjutnya, saya dan beberapa teman membuat notulensi soal perkembangan dan rencana pertemuan dengan manajemen redaksi. Notulensi tersebut saya kirimkan kepada dua orang teman melaui sms. Namun sms ini disebarluaskan oleh beberapa teman kepada banyak karyawan di Metro TV. Bahkan ada yang mengunggahnya ke situs jejaring sosial twitter/ facebook.
  14. Pada tanggal 31 januari 2012 pertemuan batal dilakukan. Saya justru dipanggil Manager HRD, Avi Pranantha dan diminta mundur karena manajemen redaksi akan me-nonaktifkan kami (saya, Edi Wahyudi dan Matheus Dwi Hartanto). Kami akan diberikan pesangon sesuai UU ketenaga-Kerjaan No 13/ 2003. Saat itu saya menyatakan menolak dan akan melaporkan kasus ini kepada AJI Jakarta.
  15. Pada tanggal 1 Februari 2012 : Matheus Dwi Hartanto dan Edi Wahyudi menandatangani surat pesangon. Sedangkan saya mengambil surat pesangon dan belum menandatangani apapun karena belum ada kejelasan soal alasan mengapa saya disuruh mundur. Pada saat yang sama Wayan Eka Putra memberitahu kepada tim produser lain, bahwa sejak tanggal 1 Februari 2012 saya sudah dinyatakan mundur dari Metro TV. Sejak itulah saya sudah tidak diberikan tugas apapun di redaksi.
  16. Pada tanggal 3 Februari 2012 saya berinisiatif untuk mengajak Wayan Eka Putra untuk bertemu. Wayan Eka Putra akhirnya bersedia menemui saya. Selama ini manajemen redaksi tidak pernah mau bertemu dan menjelaskan mengapa saya diminta untuk mundur. Wayan menjelaskan bahwa saat ini saya tidak dipecat sebagai karyawan Metro TV, namun menurutnya: saya tidak lagi bekerja di bagian redaksi Metro TV. Dan mulai saat ini, saya menjadi tanggung jawab manajemen HRD Metro TV. Ketika saya tanyakan apa kesalahan saya, Wayan menyatakan tidak tahu. Yang jelas, setelah beredarnya SMS di jejaring sosial twitter/facebook tentang rencana pertemuan para karyawan Metro TV, manajemen redaksi menyerahkan nasib saya ke manajemen HRD. Dalam pertemuan dengan Wayan, saya juga menyatakan bahwa saya tidak menyebarluaskan sms serta tidak mengunggah notulensi hasil rapat ke twitter/facebook. Karena saya memang tidak memiliki akun di kedua jejaring sosial tersebut.
  17. 3 Februari 2012 saya bertemu Manajer HRD Avi Pranantha. Avi juga menyatakan bahwa ia tidak tahu kesalahan saya. Menurut keterangan Avi Pranantha, saya masih menjadi karyawan Metro TV, namun dengan status di non-job-kan.
  18. Pada 6 Februari 2012 : AJI Jakarta berinisiatif menghubungi Metro TV untuk melakukan pertemuan atas kasus yang menimpa saya. Pertemuan tersebut dihadiri oleh manajemen Metro TV yang diwakili Manager HRD (Avi Pranantha), Kepala Kompartemen redaksi Metro TV (Swasti Astra), saya, AJI Jakarta dan perwakilan LBH Pers. Dalam pertemuan ini tim AJI Jakarta dan LBH Pers meminta agar saya dipekerjakan kembali. Apalagi manajemen redaksi tidak menemukan kesalahan terhadap diri saya. Manajemen Metro TV ketika itu menyatakan akan mendiskusikan dan mengupayakan permintaan ini.
  19. Pada tanggal 17 februari 2012 , saya bersama Winuranto, Aditya dan Kustiah (AJI Jakarta) kembali bertemu Avi Pranantha. Namun Avi Pranantha menyatakan bahwa: ia belum menemukan posisi bagi saya di bagian redaksi. Ia masih akan berusaha menanyakan kembali kepada manajemen redaksi Metro TV agar saya bisa kembali bekerja di bagian redaksi. Kemudian pada kesempatan tersebut saya juga menanyakan kembali tentang kesalahan yang saya lakukan sehingga saya kemudian di-nonjobkan. Avi Pranantha kembali menyatakan bahwa : saya tidak melakukan kesalahan, namun manajemen redaksi memang tidak mau menerima saya kembali dengan tanpa alasan.
  20. Pada tanggal 24 Februari 2012, kami melakukan pertemuan terakhir. Saya, Winuranto dan Kustiah (AJI Jakarta) dan manajemen Metro TV. Namun Avi Pranantha kembali menyatakan bahwa pihak redaksi Metro TV tidak mau menerima saya kembali dengan tanpa alasan. Ketika saya kembali menanyakan apa kesalahan saya, pihak manajemen HRD kembali menyatakan bahwa dari sisi tugas jurnalistik maupun dari sisi administratif, saya tidak melakukan kesalahan apapun.
Demikian kronologi ini saya buat. Saya telah bekerja kurang lebih 10 tahun di Metro TV dan terbukti manajemen telah menyatakan tidak pernah menemukan kesalahan saya dari sisi tugas jurnalistik maupun secara administratif. Dengan tidak adanya kesalahan pada diri saya, maka saya menginginkan untuk dipekerjakan kembali di redaksi Metro TV.

Terimakasih untuk perhatian dan solidaritasnya. Salam.

Jakarta, 26 Februari 2012

Luviana

Facebook: Dukung Luviana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar