FEDERASI SERIKAT PEKERJA METAL INDONESIA
TAHUN 2011 – 2016
A. PENDAHULUAN
Paska
reformasi sekarang ini banyak berdampak terhadap kebijakan pemerintah
baik dibidang politik, ekonomi, budaya. Dunia ketenagakerjaan juga akan
mengalami perubahan yang mendasar baik secara struktural, substansial
maupun secara kuantitatif. Dunia ketenagakerjaan dihadapkan pada
tuntutan untuk melakukan peningkatan yang lebih bersifat
fungsionarisasi, dimana serikat pekerja dan anggotanya sebagai satu
pelaku ketenagakerjaan diharapkan dapat mengambil peranan dan dapat
menempatkan diri sebagai pelaku pembangunan nasional khususnya dibidang
ketenagakerjaan.
Menghadapi
tantangan, peluang dan harapan diatas maka sudah saatnya FSPMI
mengkaji, menganalisa dan mengantisipasi kemungkinan pengembangan
organisasi dimasa sekarang dan masa yang akan datang melalui penjabaran
program kerja secara tepat, terarah dan dapat dilaksanakan secara
konsisten oleh seluruh perangkat dari tingkat pusat sampai tingkat unit
kerja.
Dengan
demikian diharapkan serikat pekerja dapat melaksanakan fungsi gandanya
yaitu fungsi partisipasi dan fungsi perlindungan yang bersifat
konvensional serta menyamakan derap langkah yang mengarah tercapainya
tujuan dan sasaran organisasi.
B. LANDASAN
Landasan penyusunan Platform FSPMI ialah
Landasan Idiil : Pancasila
Landasan Konstitusional :
- Undang-Undang Dasar 1945;
- AD dan ART FSPMI.
- 9 Program umum FSPMI;
- 5 Pilar pendukung;
- 10 Strategi perjuangan;
- 6 Isu prioritas perburuhan.
C. TUJUAN
Memberikan
arah dan pedoman dalam mencapai sasaran dan tujuan organisasai secara
efektif dan efisien guna meningkatkan peranannya sebagai pengembang
tugas organisasi dalam memberikan perlindungan dan pembelaan terhadap
anggota pada umumnya.
Mewujudkan
tercapainya kesatuan pendapat, sikap dan perilaku guna mendinamisasikan
organisasi dalam menjalankan misi perjuangan perbaikan kesejahteraan
pekerja sejalan dengan laju dan tuntutan pembangunan.
Meningkatkan
fungsi dan peranan serikat pekerja sebagai sarana didalam mewujudkan
hubungan kerja sama yang harmonis, penggalang kebersamaan, manumbuhkan
motifasi dan semangat kerja dalam meningkatkan kesejahteraan, harkat dan
mertabat pekerja khususunya anggota FSPMI.
PLATFORM FSPMI
I. 9 PROGRAM UMUM
I. 9 PROGRAM UMUM
Sasaran program lima tahun FSPMI meliputi :
- Perlindungan dan Pembelaan.
- Pemberdayaan Pekerja Perempuan dan Pekerja Muda.
- Konsolidasi dan Revitalisasi Organisasi.
- Ekonomi dan Kesejahteraan.
- Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
- Konsolidasi Keuangan.
- Pengembangan Kemampuan Informasi dan Komunikasi.
- Pendidikan, Pelatihan dan Kaderisasi.
- Membangun Solidaritas Pekerja.
1. Garda Metal
Alat
perjuangan organisasi untuk melakukan penggalangan massa, aksi bantuan
sosial / bencana alam, dan aksi-aksi demonstrasi dalam memperjuangkan
isu buruh, isu kebangsaan dan isu solidaritas Internasional.
2. Lembaga Bantuan Hukum (LBH)
Alat perjuangan organisasi yang resmi tercatat di Notaris dan Pengadilan Negeri Jakarta, berfungsi untuk melakukan pembelaan dan advokasi terhadap anggota FSPMI dan buruh Indonesia dalam menyelesaikan kasus perselisihan perburuhan, kasus perdata maupun kasus pidana.
3. Koran Perdjoeangan.
Sebagai media perjuangan organisasi dan alat propaganda isu-isu perburuhan secara nasional, karena selama ini tidak ada satupun surat kabar nasional yang secara khusus memberitakan isu-isu perburuhan. Koran Perdjoeangan adalah Koran nasional yang diperuntukan bagi pekerja Indonesia dan masyarakat umum. Karena ini diproyeksikan dicetak minimal 10.000 eksemplar /minggu dengan biaya swadaya dan dimungkinkan bekerja sama dengan pihak-pihak yang peduli perjuangan buruh Indonesia melalui penanaman investasi untuk mengembangkan jumlah/tiras koran yang akan dijual ke anggota FSPMI, buruh Indonesia, dan masyarakat umum.
4. Induk Koperasi Buruh Metal Indonesia (INKOPBUMI)
Alat
perjuangan organisasi dalam upaya meningkatkan, mengelola dan
mengembangkan potensi ekonomi yang ada pada anggota FSPMI (buruh
Indonesia) serta bertujuan meningkatkan ekonomi organisasi.
5. Pusat Pendidikan Buruh (Training Centre)
Alat perjuangan organisasi dalam rangka mencetak kader yang berkesinambungan, keilmuan, loyalitas dan militan dalam memperjuangkan kepentingan anggota dan Bangsa Indonesia yang diproyeksikan menjadi institut / sekolah tinggi perburuhan Indonesia.
III. 10 Strategi Perjuangan.
- Penguatan Iuran Anggota (Check Off System).
- Penambahan jumlah Anggota.
- Pendidikan.
- Advokasi.
- Negosiasi.
- Lobby.
- Pemberdayaan Pekerja Perempuan.
- Rapat Umum (mogok kerja dan unjuk rasa / demonstrasi).
- Propaganda.
- Solidaritas Nasional dan Internasional.
1.
Isu Jaminan Sosial (Undang-Undang No. 40 tahun 2004, Undang - Undang
No. 3 tahun 1992 dan Rancangan Undang-Udnang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial.
Pemberlakuan jaminan sosial (termasuk jamsostek) adalah sebuah persoalan bangsa yang perlu diperjuangkan oleh gerakan serikat pekerja, karena dengan jaminan sosial, maka akan terbangun jaring pengaman bagi warga negara untuk mendapatkan hak hidup di Republik Indonesia.
Pemberlakuan jaminan sosial (termasuk jamsostek) adalah sebuah persoalan bangsa yang perlu diperjuangkan oleh gerakan serikat pekerja, karena dengan jaminan sosial, maka akan terbangun jaring pengaman bagi warga negara untuk mendapatkan hak hidup di Republik Indonesia.
2. Isu Outsourcing Tenaga Kerja dan Pekerja Kontrak
Sistim kerja outsourcing sekarang ini begitu merajalela dan bertentangan dengan Undang-Undang No 13 tahun 2003. Sehingga hal ini menjadi isu utama bagi kita untuk memperjuangkan penghapusan outsourcing yang tidak sesuai dengan Undang - undang No 13 tahun 2003. Dalam kenyataannya di lapangan penggunaan out sourcing dan pekerja kontrak tidak sesuai dengan Undang-Undang No 13 tahun 2003. Dimana faktanya adalah :
Menurut
Undang-Undang No 13 tahun 2003, outsourcing tenaga kerja tidak boleh
untuk proses produksi atau kegiatan utama di perusahaan.
Pengguna outsourcing tenaga kerja hanya boleh untuk security, cleaning service, driver, catering, dan jasa penunjang pertambangan
Menurut Undang-Undang No 13 tahun 2003, penggunaan pekerja kontrak ada syarat-syarat yang ketat.
Tetapi
terjadi penyimpangan dalam penggunaan outsourcing (OS) tenaga kerja
dan pekerja kontrak, yaitu :
Semua proses produksi menggunakan OS dan pekerja kontrak.
Upah lebih kecil dari upah minimum (dipotong oleh agen penyalur tenaga kerja)
Tidak mendapat dana pensiun dan uang pesangon (severance pay)
Tidak ada asuransi kesehatan.
Mudah dipecat (putus hubungan kerja), kapan saja.
Kesejahteraan yang didapat lebih rendah dari pekerja tetap
(permanent worker).
Eksploitasi terhadap pekerja OS dan pekerja kontrak.
Dari paparan diatas maka FSPMI harus memperjuangkan :
Dari paparan diatas maka FSPMI harus memperjuangkan :
- Melawan eksploitasi pekerja outsourcing.
- Memperjuangkan upah yang sama untuk pekerjaan yang sama.
- Menolak outsourcing yang tidak sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan.
- Membentuk komite aksi melawan ekspoitasi pekerja outsourcing bersama-sama serikat pekerja lainnya.
- Melakukan kampanye anti ekspoitasi outsourcing.
- Bernegosiasi dengan manajemen untuk tidak menggunakan outsourcing dan memberlakukan upah sama untuk pekerjaan sama melalui Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
- Mencabut izin para penyelenggara outsourcing.
- Menghapus Peraturan Menteri tentang outsourcing.
3. Isu Upah Layak.
Isu
upah di Indonesia adalah tentang upah rendah, upah minimum tidak 100%
kebutuhan hidup layak (KHL), upah lebih rendah daripada biaya hidup.
Disamping itu juga tentang struktur dan skala upah di
perusahaan-perusahaan belum ada, sehingga gaji antara orang asing dan
lokal menjadi timpang serta pekerja dengan masa kerja diatas 5 tahun
gajinya hampir sama dengan pekerja kontrak.
4. Isu Pengawasan Perburuhan (Labour inspection) Sangat Lemah
Dengan
berlakunya otonomi daerah di Indonesia, maka membuat pengawasan
perburuhan juga mengalami perubahan radikal, dan menjadi lemah serta
terjadi pelanggaran aturan perburuhan, antara lain : out sourcing tidak
sesuai Undang-undang, upah murah, jam lembur tidak sesuai Undang-undang,
PHK sepihak, dsb. Fakta dibawah ini menjelaskan :
Belum
tertatanya otonomi daerah membuat pengawasan perburuhan menjadi lemah,
karena Disnaker hanya tunduk kepada Bupati/Walikota.
Tenaga pengawas perburuhan (sumber daya manusia) tidak kompeten, misal : Dinas Pengawasan diisi dari Dinas Pemakaman.
Uang suap dari pengusaha nakal makin merajalela/meningkat.
Dari paparan diatas, maka FSPMI harus memperjuangkan :
- Membentuk pengawasan perburuhan/ketenagakerjaan ditarik kembali menjadi ditingkat nasional, melalui Pepres atau revisi terbatas Undang-Undang otonomi daerah.
- Pegawai pengawas diseluruh Indonesia harus diberikan pendidikan dengan menggunakan dana APBN/APBD.
- Penegakan hukum (law enforcement) dengan memberdayakan pegawai pengawas ditingkat nasional dan daerah.
- Memperkuat Disnaker untuk melawan kriminalisasi aktivis serikat pekerja dan melawan pemberangusan serikat pekerja (union busting)
5. Isu Peradilan Perburuhan (PPHI) yang Tidak Pro Pekerja / Buruh
Undang-undang
No 2 tahun 2004 tentang Pengadilan Penyelesaian Hubungan
Industrial/PPHI (peradilan perburuhan) dibuat dengan tujuan agar
penyelesaian perburuhan dapat diselesaikan dengan cepat, murah, dan
berkeadilan. Tetapi faktanya menjelaskan lain, yaitu :
Biaya di peradilan perburuhan mahal dan banyak mafia peradilan.
Proses penyelesaian perkara menjadi lama (satu perkara = 9 proses gugatan.
Lokasi
peradilan perburuhan sangat jauh, sehingga saat sidang banyak pekerja
yang tidak datang, sehingga pekerja kalah dalam perkara.
Pekerja selalu kalah dalam berselisih dengan pengusaha melalui peradilan perburuhan, karena pekerja kurang dana.
Dari paparan diatas, maka FSPMI harus memperjuangkan :
Dari paparan diatas, maka FSPMI harus memperjuangkan :
- Revisi Undang-Undang No 2 tahun 2004 tentang PPHI. Proses peradilan cukup diselesaikan sampai ke Disnakertrans saja, dengan tujuan untuk menghindari terjadinya mafia peradilan.
- Memperkuat peran dan fungsi Tripartit dalam penyelesaian perselisihan perburuhan di Pengadilan perburuhan. Ada proses PPHI disemua daerah (Kabupaten/Kota), tidak hanya di pusat saja.
6. Isu Kawasan Ekonomi Khusus (Special Economic Zone/SEZ)
Tahun
2009 adalah tahun yang menentukan dan penting bagi Batam, Bintan,
Karimun dan beberapa wilayah lain di Indonesia. Karena pada tahun
tersebut telah dibuat Undang-undang kawasan ekonomi khusus (Special
Economic Zone/SEZ) yang menjadikan tiga daerah tersebut sebagai proyak
percontohan SEZ di Indonesia. Tetapi belajar dari pengalaman di negara
lain, seperti di China, India, Brazil, Malaysia dan Vietnam, bahwa SEZ
faktanya ditemukan efek negatip bagi pekerja/buruh yaitu upah dibayar
rendah, minimnya jaminan kesehatan, dan tidak ada dana pensiun.
Dari paparan diatas, maka FSPMI harus memperjuangkan :
- Semua Undang-Undang yang terkait dengan ketenagakerjaan wajib berlaku di SEZ, yaitu Undang-Undang No. 1 tahun 1970, Undang-Undang No. 3 tahun 1992, Undang-Undang No.11 tahun 1992, Undang-Undang No. 21 tahun 2000, Undang-Undang No. 13 tahun 2003, Undang-Undang No. 2 tahun 2004, Undang-Undang No. 39 tahun 2004, Undang-Undang No. 40 tahun 2004, Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan segala peraturan turunannya.
- Tidak boleh ada anti serikat pekerja di SEZ.
- Tidak boleh ada penggunaan outsourcing yang melanggar Undang-Undang di SEZ.
- Upah dan kesejahteraan pekerja di SEZ harus lebih baik dibandingkan diluar kawasan SEZ melalui perundingan isi PKB.
Ditetapkan di : Bandung
Pada tanggal : 09 Februari 2011
PIMPINAN SIDANG KONGRES IV FEDERASI SERIKAT PEKERJA METAL INDONESIA
1. Vonny Diananto (Ketua merangkap anggota) (ttd)
2. Rusmiatun (Sekretaris merangkap anggota) (ttd)
3. Bachtiar (Anggota) (ttd)
4. M.Jamsari (Anggota) (ttd)
5. Ganang (Anggota) (ttd)
PIMPINAN SIDANG KONGRES IV FEDERASI SERIKAT PEKERJA METAL INDONESIA
1. Vonny Diananto (Ketua merangkap anggota) (ttd)
2. Rusmiatun (Sekretaris merangkap anggota) (ttd)
3. Bachtiar (Anggota) (ttd)
4. M.Jamsari (Anggota) (ttd)
5. Ganang (Anggota) (ttd)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar