Mars FSPMI Kami buruh fspmi Berjuang di sini karena hati kami Bukan karena digaji atau ingin dipuji Kami berjuang karena hak asasi Kami buruh fspmi Siang malam tetap mengabdi Tak peduli hujan tak peduli panas Susah senang ya solidarity Reff: Di sini bukan tempat buruh malas Atau mereka yang biasa tidur pulas Di sini tempatnya para pejuang Yang berjuang dengan keikhlasan Lawan lawan lawan lawan lawan Lawan lawan lawan sampai menang Satu komando wujud kekompakan Sabar dan loyal itu kewajiban Sekuat mental baja sukarela berkorban Berjuang dalam satu barisan Solidarity forever Solidarity forever Solidarity forever For the union make us strong.

Senin, 25 Februari 2013

Siaran Pers KAJS-MPBI 25 Februari 2013


SIARAN PERS KAJS – MPBI, SENIN, 25 FEBRUARI 2013

PRESIDEN SBY DIJERUMUSKAN OLEH PARA MENTRI –MENTRI NYA DALAM SOAL JAMINAN KESEHATAN:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENERIMA BANTUAN IURAN DAN PERATURAN PRESIDEN TENTANG JAMIINAN KESEHATAN BERTENTANGAN DENGAN UNDANG-UNDANG

Presiden Republik Indonesia telah mengundangkan: (1) Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran pada tanggal 3 Desember 2012; dan (2) Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan pada tanggal 18 Januari 2013.

KAJS – MPBI menuntut kepada Presiden Republik Indonesia untuk segera merevisi PP dan PERPRES tesebut, karena kedua peraturan tersebut banyak substansinya mengkianati amanat UU SJSN dan UU BPJS, sekaligus mereduksi hak warga negara untuk mendapatkan pelayanan Jaminan Kesehatan.

Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden tersebut sebagai peraturan pelaksana dari UU SJSN dan UU BPJS yang malah merugikan rakyat itu, maka patut diduga Presiden sedang dijerumuskan oleh para mentrinya.

Substansi yang mereduksi UU SJSN dan UU BPJS dan hak-hak rakyat untuk mendapatkan Jaminan Kesehatan, antara lain:

1. Pemerintah melanggar pasal 7 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS, dengan mendefinisikan BPJS sebagai ‘Badan hukum’ saja. Padahal BPJS Kesehatan adalah ‘BADAN HUKUM PUBLIK’. Dengan definisi tersebut, Pemerintah telah meredusir kedudukan hukum BPJS. Akibatnya, dalam PP dan Perpres tersebut banyak ketentuan yang masih harus diatur dengan peraturan dan/atau ketentuan menteri.

2. Orang Tidak Mampu didefinisikan sebagai orang yang mempunyai sumber mata pencaharian, gaji atau upah, yang hanya mampu memenuhi kebutuhan dasar yang layak namun tidak mampu membayar Iuran bagi dirinya dan keluarganya. Jika dikaitkan dengan kebutuhan hidup layak sebagaimana diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, maka mestinya orang tidak dimampu harus didefinisikan sebagai “yang mempunyai sumber mata pencaharian dengan penghasilannya sama atau kurang dari ketentuan upah minimum yang berlaku di wilayah setempat.”

3. Pemerintah ingin mempersulit fakir miskin dan orang tidak mampu untuk mendapatkan hak atas Jaminan Kesehatan tanpa diskriminasi, dengan membuat ketentuan mengenai penetapan kriteria fakir miskin dan orang tidak mampu. Padahal ketentuan tersebut tidak diperintahkan oleh UU SJSN. Terbukti, belum saja Jaminan Kesehatan untuk seluruh rakyat Indonesia dilaksanakan, Menteri Keuangan telah mengurangi jumlah fakir miskin dan orang tidak mampu yang untuk pertama sebelumnya ditetapkan 96, 4 juta jiwa diturunkan menjadi 86,4 jiwa. Sedangkan besaran iuran yang sebelumnya telah ditetapkan oleh Menkokesra sebesar Rp 22.100/orang/bulan, diturunkan oleh Menteri Keuangan menjadi Rp 15.500/orang/bulan.

Sesungguhnya, mengenai penetetapan kriteria dan pendataan fakir miskin adalah tugas dan tanggung jawab Pemerintah sebagaimana diperintahkan oleh UU No. 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin.

4. Pemerintah melanggar UU SJSN dan UU BPJS dengan membuat aturan mengenai pentahapan kepesertaan Jaminan Kesehatan. UU BPJS dengan tegas menyatakan bahwa BPJS Kesehatan beroperasi pada 1 Januari 2014 untuk memberikan pelayan Jaminan Kesehatan untuk seluruh rakyat Indonesia.

5. Peraturan Presiden tidak mengatur mengenai penggabungan peserta Jamkesda ke dalam BPJS Kesehatan. Dengan tidak dialihkannya kepesertaan Jamkesda ke BPJS Kesehatan merupakan pelanggaran prinsip Portabilitas yang diatur dalam UU SJSN dan UU BPJS. Dengan diaturnya kepesertaan Jamkesda menjadi Peserta PBI, maka Pemerintah Pusat dapat meminta Pemerintah Daerah untuk mengalihkan dana Jamskeda untuk memperbaiki dan/atau menambah fasilitas kesehatan hingga ke tingkat desa.

6. Peraturan Presiden tidak mengatur iuran Peserta Jaminan Kesehatan. Ketentuan tentang Iuran Jaminan Kesehatan adalah bagian yang terintegrasi dengan pelayanan Jaminan Kesehatan yang diatur dalam Bagian Kedua (Jaminan Kesehatan) dari Bab VI tentang Program Jaminan Sosial UU BPJS.

7. Peraturan Presiden mengatur tentang Koordinasi Manfaat antara BPJS Kesehatan dengan penyelenggara program asuransi tambahan. Padahal, ketentuan ini tidak diperintahkan oleh UU SJSN. DengankKetentuan ini akan membuka ruang terhadap BPJS Kesehatan dan juga falisitas kesehatan untuk tidak konsentrasi terhadap peserta keseluruhan yang menjadi tanggung jawabnya secara penuh.

8. Peraturan Pemerintah No. 101 tahun tahun 2012 tidak mengatur tentang kewajiban Menteri Keuangan untuk membayar iuran Peserta PBI kepada BPJS secara rutin setiap bulan sesuai dengan jumlah Peserta PBI. Jika hal ini tidak diatur, maka BPJS Kesehatan akan mengalami gangguan kesehatan keuangan ketika Menteri Kuangan tidak menyetorkan Iuran Peserta PBI secara rutin.

9. Berdasarkan Pasal 4 huruf h UU No. 24 Tahun 2011 Tentang BPJS vide Pasal 4 huruf h UU No. No. 40 Tahun 2004 Tentang SJSN, bahwa BPJS menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan prinsip DANA AMANAT, yaitu iuran dan hasil pengembangannya merupakan DANA TITIPAN dari Peserta untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan Peserta Jaminan Sosial. Karena itu, Pemerintah tidak boleh mengatur adanya sisa anggaran atau SILPA dalam membayar iuran bagi Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI).

Atas fakta-fakta sebagaimana terurai di atas, maka dengan ini KAJS – MPBI menyatakan sikap sebagai berikut:

1. Mendesak Presiden Republik Indonesia untuk segera merevisi Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan;

2. Mendesak DPR RI untuk melakukan rapat gabungan dengan menghadirkan delapan menteri terkait BPJS guna membahas ulang dan Merevisi isi PP PBI dan PERPRES Jaminan Kesehatan tersebut;

3. Mendesak Komisi IX DPR RI untuk menaikan jumlah iuran PBI dalam pembahasan Rancangan APBN 2014, sebelum dibacakan Presiden pada 16 Agustus 2013 dalam Sidang Paripurna DPR;

Apabila hal di atas tidak dilaksanakan, maka KAJS – MPBI akan melaksanakan AKSI MASSA pada tanggal 28 Februari 2013 dengan massa 50 Ribu buruh, May Day 2013 dengan Massa 200 ribu buruh dan Pemogokan Umum diakhir tahun 2013 dengan skala yang lebih besar dari MOGOK KERJA NASIONAL tanggal 3 Oktober 2012.

Jakarta, 25 Februari 2013

KOMITE AKSI JAMINAN SOSIAL – MAJELIS PEKERJA BURUH INDONESIA

Ir. H. Said Iqbal, M.E.

Sekretaris Jenderal KAJS

PRESIDUM: R.Abdullah (081514595933); SH.,H.Ali Akbar (08159309053); Indra Munaswar (08159559867); Ir. Timboel Siregar, MM (081287597187); Surya Tjandra,SH.,LLM (08128804072); Muhammad Rusdi (081807700570); Eduard Marpaung (081398289727)

BADAN PEKERJA : Muhamad Rusdi (KSPI); Togar Margun (KSBSI); Subiyanto (KSPSI); Indra Munaswar (SP –TSK); Surya Tjandra,SH,LLM (TURC); Bayu Murnianto (FSBI);Timboel Siregar (OPSI)

; Sofijati (SPIN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar